Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nazaruddin Membangkang

Kompas.com - 11/06/2011, 01:54 WIB

Jakarta, Kompas - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, Jumat (10/6), membangkang. Ia dan istrinya, Neneng Sri Wahyuni, mangkir tak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi. Padahal, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memintanya pulang jika dipanggil KPK.

Nazaruddin dipanggil KPK sebagai saksi untuk perkara dugaan korupsi pengadaan serta revitalisasi sarana dan prasarana pada Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Nasional. Sementara Neneng akan diperiksa sebagai saksi dalam dugaan korupsi pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

”Jadi, bisa dipastikan yang bersangkutan, baik Nazaruddin maupun Neneng, tidak hadir tanpa keterangan yang jelas. Tidak ada keterangan atau informasi yang disampaikan ke KPK mengenai ketidakhadirannya,” ungkap Juru Bicara KPK Johan Budi SP.

KPK direncanakan memeriksa Nazaruddin kembali, Senin lusa, sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. Kasus ini melibatkan mantan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, Mindo Rosalina Manulang (Direktur Pemasaran PT Anak Negeri), dan Manajer PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris. PT DGI adalah kontraktor proyek wisma atlet.

Belum ada kepastian juga soal kehadiran Nazaruddin, Senin lusa. Ia, Neneng, dan keluarganya kini diduga berada di Singapura. Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Max Sopacua menyatakan, apa pun kegiatannya, jika ada panggilan dari KPK, Nazaruddin akan kembali ke Tanah Air (Kompas, 5/6).

Perintah membawa

Terkait dengan kasus yang menyeret Neneng, KPK menetapkan pejabat di Kemennakertrans berinisial TG sebagai tersangka. KPK, Jumat, juga memeriksa Direktur PT Alfindo Perkasa Arifin Ahmad sebagai saksi. Arifin adalah atasan Neneng.

KPK akan memanggil kembali Nazaruddin dan Neneng, pekan depan. ”Penyelidikan dan penyidikan tentu ada perlakuan yang berbeda dalam pemanggilannya,” kata Johan.

Dalam status penyidikan terkait dugaan korupsi di Kemennakertrans, menurut Johan, pada panggilan kedua petugas biasanya disertai dengan surat perintah membawa yang bersangkutan untuk diperiksa. Jika tetap tidak mau memenuhi panggilan pemeriksaan, KPK bisa melakukan langkah paksa untuk memeriksa seseorang. Terkait dengan Nazaruddin, kasusnya masih di tingkat penyelidikan.

Pada hari yang sama, lanjutnya, KPK juga menggeledah Kantor PT Anak Negeri di Mampang, Jakarta Selatan, dan Kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) Cipta Karya di Palembang. ”Penggeledahan di Dinas PU Cipta Karya sudah sejak Kamis. Mengenai hasil penggeledahan, saya belum tahu. Namun, perlu kami sampaikan, ini berkaitan dengan penyidikan dugaan suap kepada Sekretaris Kemenpora. KPK memeriksa tersangka MRM juga,” kata Johan. MRM atau Mindo Rosalina Manulang diperiksa selama hampir tujuh jam. Seusai pemeriksaan, dia mengatakan, pertanyaan penyidik belum mengaitkan dengan Nazaruddin.

Untuk perkara dugaan korupsi pengadaan PLTS di Kemennakertrans, Johan mengatakan, Neneng terafiliasi dengan pemenang tender PT Alfindo Perkasa.

Hanya berkomunikasi

Secara terpisah, Jumat, Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat Andi Nurpati menyatakan, kewajiban moral partainya dalam hal pemanggilan Nazaruddin oleh KPK hanya sebatas membantu mengomunikasikan pemanggilan itu. Ia juga tak yakin Nazaruddin akan menemui utusan KPK sekalipun ada wakil Demokrat yang diajak KPK ke Singapura untuk menyampaikan secara langsung panggilan itu.

”Partai tak bisa menjamin karena itu urusan pribadi. Namun, kami tetap membantu dengan berkomunikasi,” katanya.

Menurut Andi, tidak ada undang-undang yang mewajibkan partai menghadirkan anggotanya saat dipanggil sebagai saksi. ”Tanggung jawab moral partai bukan menjemput paksa, hanya mengimbau, memberi saran,” ujarnya.

Saat memimpin rapat internal Demokrat, Yudhoyono, seperti dikutip Ketua DPP Partai Demokrat Kastorius Sinaga, meminta pengurus Demokrat melakukan langkah proaktif dalam mewujudkan kepulangan Nazaruddin.

Sejauh ini, kata Andi, Demokrat tak tahu persis tempat tinggal Nazaruddin di Singapura dan tempatnya berobat. Tim yang diutus Demokrat, pekan lalu, hanya bisa menemui di suatu lokasi dan Nazaruddin datang ke sana. Keberadaan istri dan keluarga Nazaruddin pun tak diketahui.

Upaya mengabarkan pemanggilan KPK kepada Nazaruddin dilakukan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Jafar Hafsah melalui pesan layanan Blackberry (BBM). Nazaruddin tak bisa dihubungi melalui telepon.

Layak dipecat

Di Jakarta, kemarin, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Laode Ida menyebutkan, Demokrat tidak boleh lepas tangan dalam kasus Nazaruddin. Partai sudah seharusnya memberikan sanksi yang lebih tegas, seperti memecat Nazaruddin dari keanggotaan partai dan DPR.

”Bangsa ini menghendaki berikanlah dahulu contoh kepada dirimu, partaimu, sebelum memerintahkan kepada orang lain. Dalam kasus Nazaruddin, sekarang rakyat menunggu contoh dari Yudhoyono sebagai pemimpin tertinggi Demokrat dan kepala negara,” kata Laode.

Selain segera memecat Nazaruddin dari Demokrat, menurut Laode, Yudhoyono sebagai kepala negara juga harus segera memerintahkan penegak hukum, yaitu kepolisian dan kejaksaan, menangkap dan memulangkannya ke Tanah Air. Langkah ini perlu diambil bukan karena Nazaruddin dan istrinya tak memenuhi panggilan KPK, melainkan karena anggota Komisi VII DPR itu memiliki banyak masalah hukum.

Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Hermawan Sulistyo, menilai, upaya KPK memanggil Nazaruddin merupakan kesia-siaan belaka. ”Siapa yang mau datang hanya untuk dihukum? Sekarang ini pengadilan publik sudah berjalan. Oleh publik, Nazaruddin sudah divonis bersalah. Jadi, dia ke KPK itu tinggal menunggu berapa tahun hukumannya. Sekarang kita berhadapan dengan kekuatan publik,” tuturnya.

Menurut dia, Demokrat tak memiliki kewajiban menghadirkan Nazaruddin ke KPK. Sebagai subyek hukum, kasus Nazaruddin adalah urusan pribadi. Kalau Demokrat berusaha menjemputnya, itu hanya soal pencitraan belaka.

(bil/why/lok/nwo/nta)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com