Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ary Muladi Divonis Lima Tahun Penjara

Kompas.com - 07/06/2011, 18:11 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang diketuai Nani Indrawati menjatuhkan vonis lima tahun penjara untuk Ary Muladi, terdakwa perkara percobaan penyuapan terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan merintangi penyidikan kasus korupsi. Putusan hakim tersebut dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (7/6/2011).

Majelis menilai, Ary Muladi terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Anggodo Widjojo untuk melakukan tindak pidana korupsi. Namun, ia tidak terbukti merintangi penyidikan kasus korupsi oleh KPK.

"Menyatakan Ary Muladi sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan pertama dan menjatuhkan pidana penjara lima tahun dan denda Rp 250 juta, jika tidak dibayar diganti kurungan 6 bulan," ujar Nani.

Nilai denda yang harus dibayarkan Ary tersebut lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut majelis hakim menjatuhkan vonis penjara lima tahun beserta denda Rp 200 juta terhadap Ary.

Hakim anggota Slamet Subagjo menyampaikan, majelis hakim menilai Ary terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama yakni pemufakatan jahat untuk percobaan penyuapan seperti yang diatur dalam Pasal 15 jo Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ary bermufakat dengan Anggodo dan Anggoro Widjojo memberikan uang Rp 5,15 miliar kepada penyidik dan pimpinan KPK. Uang itu dimaksudkan agar KPK memperingan atau tidak melanjutkan proses hukum yang melibatkan Anggoro dan PT Masaro Radiokom dalam penyidikan tersangka Yusuf Erwin Faisal dan penyelidikan perkara pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu Departemen Kehutanan pada 2007.

Ary Muladi dan Anggodo beberapa kali bertemu dan berkomunikasi melalui telepon. Terdakwa Ary Muladi, lanjut Slamet, beberapa kali menghubungi Anggodo meminta disediakan dana untuk pimpinan KPK dan operasional senilai Rp 3, 75 miliar. Pada 11 Agustus 2008, Ary menerima uang dalam dua tas dari Anggodo. Ary kemudian menyerahkan uang tersebut kepada seseorang bernama Yulianto untuk diberikan kepada pimpinan KPK.

"Terdakwa kemudian mencabut keterangan, bilang bahwa uang tidak diserahkan langsung pada Ade-Chandra (Ade Rahardja dan Chandra M Hamzah) tapi melalui Yulianto," kata Slamet. Majelis hakim menilai, Ary telah berbohong dengan memunculkan nama Yulianto. Hal tersebut yang kemudian memperberat hukuman Ary. "Yang memberatkan, membuat citra buruk penegakkan hukum, mencoreng citra atau nama baik KPK, melakukan kebohongan dengan memunculkan nama Yulianto, orang yang tidak jelas keberadaanya," kata Nani.

Sedangkan hal-hal yang meringankan, Ary tidak pernah dihukum sebelumnya dan masih mempunyai tanggungan. Atas keputusan majelis tersebut, pihak Ary maupun pihak jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding. Dalam kasus yang sama, Anggoro Widjojo divonis empat tahun penjara di pengadilan tipikor. Hukuman Anggoro kemudian ditambah menjadi lima tahun di Pengadilan Tinggi dan ditambah lagi menjadi 10 tahun di tingkat kasasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com