Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Ragu Periksa Nazaruddin

Kompas.com - 05/06/2011, 03:48 WIB

Jakarta, Kompas - Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan tidak ragu-ragu memeriksa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, yang disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan wisma atlet di Palembang, Sumatera Selatan.

Para petinggi Partai Demokrat sebenarnya sudah memberikan sinyalemen kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera memeriksa Nazaruddin. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok, misalnya, meminta KPK segera memanggil Nazaruddin.

”Hal yang paling utama sekarang ini adalah kami menuntut KPK untuk secepatnya memanggil Nazaruddin,” kata Mubarok saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (4/6).

Pemeriksaan dibutuhkan untuk membuktikan tuduhan keterlibatan Nazaruddin dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan wisma atlet di Palembang. Proses hukum itulah yang dapat membuktikan Nazaruddin bersalah atau tidak.

Selain itu, pembuktian secara hukum juga merupakan salah satu jalan untuk melepas sandera politik yang dialami Partai Demokrat. Apalagi, lanjut Mubarok, ada pihak-pihak yang sengaja memolitisasi kasus Nazaruddin. ”Kalau kelamaan tidak ada kepastian, baik Nazaruddin maupun Partai Demokrat akan terus tersandera,” ujarnya.

Permintaan senada diungkapkan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua. Menurut dia, Nazaruddin harus segera menjalani proses hukum untuk menjernihkan suasana.

Tanpa adanya pembuktian secara hukum, lanjut Max, tuduhan keterlibatan Nazaruddin dalam dugaan suap proyek akan membuat suasana politik semakin keruh.

Ia juga menekankan, Partai Demokrat menunggu panggilan dari KPK. ”Prinsipnya, apa pun kegiatan dia (Nazaruddin) di sana (Singapura), kalau ada surat panggilan dari KPK, pasti akan datang, akan kembali ke Tanah Air,” katanya.

Konflik internal

Kesimpangsiuran masalah Nazaruddin dianggap menguatkan dugaan adanya konflik internal di tubuh Partai Demokrat. ”Makanya, saya bilang Demokrat ini partai acakadut,” kata peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, seusai diskusi di Jakarta, kemarin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com