Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Garuda Kalah Melawan Tommy Soeharto

Kompas.com - 25/05/2011, 10:26 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) akhirnya kalah melawan gugatan Hutomo Mandala Putra yang akrab dipanggil Tommy Soeharto. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memerintahkan Garuda Indonesia membayar Rp 12,51 miliar. Uang itu senilai nominal yang diajukan pihak Tommy yakni kerugian materil Rp 13,7 juta dan imateril Rp 12,5 miliar.

"Tergugat membayar Rp 12,51 miliar. Menghukum dan memerintahkan tergugat untuk meminta maaf," kata Ketua Majelis Hakim Tahsin di PN Jakarta Selatan, Selasa (24/5/2011).

Tommy menggugat Garuda terkait tulisan di majalah internal Garuda yang dinilai tidak relevan. Dalam tulisan edisi Desember 2009 yang berjudul "A New Destination to Enjoy in Bali".

Dalam tulisan itu disebutkan terdapat tulisan yang mengatakan bahwa Tommy adalah pemilik suatu daerah wisata di Bali bernama Pecatu dan Tommy adalah seorang pembunuh dan telah divonis di pengadilan. "Tommy Soeharto, the owner of this complex, is a convicted murderer," tulis majalah itu.

Majelis hakim juga memutuskan Majalah Garuda harus memuat permohonan maaf selama tiga bulan berturut-turut dalam ukuran minimal satu halaman penuh sejak hukuman berlaku tetap. "Tergugat telah perbuatan melawan hukum," imbuh Tahsin.

Tergugat dinilai telah melanggar ketentuan pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum maupun Pasal 1366 mengenai kelalaian yang mengakibatkan kerugian dan pasal 1367 ayat 3 KUH Perdata mengenai tanggung jawab seorang atas kerugian yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Sementara itu Pengacara Tommy, Ferry Firman Nurwahyu mengaku, tidak mempermasalahkan putusan tersebut. Walaupun permintaan maaf di tiga media nasional tidak dipenuhi. "Tidak ada masalah yang penting di media Garuda," katanya.

Pengacara Garuda, Eri Hertiawan menyatakan akan berkonsultasi dengan kliennya atas putusan tersebut. Dirinya mengaku belum dapat memutuskan untuk mengajukan banding atau tidak."Kalau dilihat di pertimbangan hakim, ada fakta yang tidak dipertimbangkan majelis hakim. Penerjemah orang asing tidak dipertimbangkan," imbuh Eri. (Ferdinand Waskita )

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com