Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beginilah Gaya Turis di Menara Pisa...

Kompas.com - 13/05/2011, 15:46 WIB

Bicara sedikit mengenai sejarah, kota Pisa dulunya ternyata sempat dikuasai oleh pembajak arab, tepatnya bangsa Saracen. Nama Saracen digunakan pada abad pertengahan karena istilah Islam atau Muslim belum ada. Dan Saracen biasanya digunakan pada abad tersebut untuk menunjukan bangsa Arab yang hidup di padang pasir juga perompak Arab.

Nah, bangsa Saracen inilah yang berhasil mengambil kekuasaan kota Pisa di tahun 1004.  Kemudian di tahun 1011, para pembajak merampas harta benda penduduk di sini, menurut keterangan sejarah yang saya dapat dari turis informasi. Akhirnya pada tahun 1015, para pejuang pisa yang dikomandai oleh Laksamana Jacopo Cuirini, berhasil mengusir pembajak Arab.

Kota Pisa terletak di kedua tepian sungai Arno, beberapa kilometer dari pantai Tyrrhenian. Saat ini kota yang menjadi ibukota provinsi Tuscany ini, memiliki penduduk sekitar 92.000. Bayangkan, jumlah penduduknya dibandingkan banyaknya turis yang datang mengunjungi kota ini sekitar satu juta tiap tahunnya!

Kota Pisa juga sangat terkenal akan warisan kaya seninya. Perpaduan dari karya abad pertengahan, pengaruh Islam dan lombards. Karena diawal abad ke 7 kota Pisa tergantung kepada keluarga lombards di kota Lucca. Kota Pisa mendapatkan penghasilan utama dari jasa, pariwisata dan industri tektil, kaca, kimia dan mekanik. Cukup banyak bagi sebuah kota kecil. Dan hebatnya lagi, di kota ini terdapat sebuah universitas bergengsi yang sangat terkenal di Italia.

Jujur saja kami tak menaiki menara Pisa! Kenapa? Karena begitu saya mendengar sejarah dan juga analisa para ilmuwan mengenai kerapuhan si menara akibat terlalu banyaknya wisatawan yang memasukinya, kami memutuskan untuk tidak menaiki menara terkenal tersebut. Bisa menyentuhnya dan memandangnya sudah cukup bagi kami. Meskipun si sulung sempat cemberut!!

Di kota Pisa ini, saya menyimpan sedikit kenangan, yaitu saat membeli souvenir untuk oleh-oleh keluarga di Indonesia. Saya sudah memilih beberapa miniatur menara Pisa dan pernak pernik lainnya. Saya tanyakan berapa jumlahnya, lantas si penjual pun menyebutkan jumlah uang yang harus saya keluarkan, lumayanlah! Namun sebelum membayar, Adam ribut ingin membeli sebuah sebuah miniatur kota Pisa, dengan uang sakunya. Harga miniatur tersebut hanya 3 euros.

Saat saya hendak membayar, si penjual yang sibuk terus dengan pembeli yang datang, langsung berkata: "3 euros saja..." dalam bahasa Inggris. Saya sampai kaget! Walah kok murah banget ya? Saya tanyakan, Anda yakin dengan semua yang saya beli tadi? Dirinya langsung kaget, "Ohhh... saya kira Anda sudah membayarnya tadi," serunya sambil memegang pundak saya.

Saat saya membayar, si penjual berkata kepada kami berdua, "Ambil saja souvenir di atas meja situ," katanya sambil menunjuk dengan telunjuknya, dimana di atas meja tersebut terdapat banyak kotak berisikan pernak pernik souvenir. Lalu tambahnya lagi, "Ambilah barang dua atau tiga." Saya heran, maksud bapak apa ya? Kata saya bingung. Masalahnya saya merasa sudah cukup membeli. Ternyata dirinya meminta saya mengambil, beberapa souvenir tanpa harus membayar, gratis!!

Katanya, karena tadi saya dan anak saya jujur, maka dirinya tak jadi merugi dan dengan senang hati memberikan kado sebagai tanda terima kasih. Ahhhh saya sempat dibuat terharu....

Bukannya apa-apa, terus terang, selama saya berada di Firenze, saya merasa penduduk di kota tersebut tak terlalu ramah. Entah berapa kali, kami hampir terserempet mobil karena mereka tak peduli saat kami sedang menyeberang atau dibentak-bentak penjual yang tak senang dengan kedua anak kami yang dianggap terlalu banyak memegang barang. Mungkin kami yang terlalu perasa kali ya? Tapi ternyata, teman saya yang orang Perancis pun merasakan hal yang sama... Kata mereka, sulit banget sih orang Italia tersenyum.

Dan sekarang, bapak tua di depan saya, malah dengan ramahnya meminta saya mengambil beberapa barang jualannya secara gratis. Sepertinya, memang liburan saya dan keluarga di Italia harus ditutup dengan baik. Bahkan bukan hanya baik, tapi nikmat, karena setelah lelah mengunjungi obyek-obyek wisata, di depan kami di atas meja terhidang makanan super enak dan nikmat dipandang mata. Spaghetti seafood, pizza mozarella, gnocchi  empat rasa keju, dan ikan laut saus tomat menjadi menu kami mengisi perut yang sudah keroncongan sejak tadi. Tak ketinggalan tentunya kopi hitam italia yang super nikmat terseduh.

Hari itu adalah hari terakhir bagi kami berada di Italia. Ada rasa mengganjal di hati. Sekali lagi hati kami harus berbagi. Setiap kali kami mendatangi sebuah tempat dengan budaya dan bahasa berbeda, selalu terasa seolah sepotong hati tertinggal dan yang terbawa oleh kami sebuah kenangan penuh kekayaan yang kami usahakan untuk selalu mengenangnya hingga butiran kecil.... (DINI KUSMANA MASSABUAU) (Tamat)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com