Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suara Partai Berbasis Agama Turun

Kompas.com - 09/05/2011, 05:25 WIB

Jakarta, Kompas - Partai politik berbasis agama bermunculan sejak era reformasi. Namun, fakta menunjukkan, perolehan suara parpol berbasis agama itu cenderung menurun, bahkan jika dibandingkan dengan Pemilihan Umum 1955. Namun, secara kumulatif perolehan suara dari partai berbasis umat Islam cenderung stagnan.

Pada Pemilu 1955, Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) meraih 20,9 persen suara dan menempati peringkat kedua. Partai Nahdlatul Ulama (NU) meraih 18,4 persen suara. Partai Syarikat Islam, Partai Kristen Indonesia, dan Partai Katolik pun memperoleh kursi di DPR. Namun, sejak pemerintahan Orde Baru tumbang, perolehan suara partai berbasis agama cenderung kurang dari 15 persen.

Pada Pemilu 2009, Partai Damai Sejahtera (PDS) yang berbasis umat Kristen pun tak bisa melewati ambang batas perolehan suara untuk menempatkan wakilnya di DPR (parliamentary threshold). Padahal, pada Pemilu 2004, PDS bisa membentuk fraksi tersendiri di DPR. Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB) yang memiliki fraksi di DPR hasil Pemilu 1999 tak bisa berada lagi di DPR pada Pemilu 2004.

Pada Pemilu 2009, Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Bintang Reformasi (PBR) yang berbasis umat Islam gagal menempatkan wakil di DPR. Perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) cenderung stagnan. Dua partai baru yang bisa menempatkan wakil di DPR hasil Pemilu 2009 adalah partai berbasis massa nasionalis.

Airlangga Pribadi, pengajar Ilmu Politik di Universitas Airlangga, Surabaya, Sabtu (7/5), menilai ada beberapa hal yang membuat parpol berbasis agama semakin tidak diminati. Pertama, kesadaran publik yang tak lagi membedakan partai nasionalis dan agama secara ketat. Apalagi, parpol nasionalis juga mengakomodasi simbol dan identitas keagamaan. Ini menyempitkan ruang pasar partai-partai berbasis agama.

Kedua, pada era demokrasi politik saat ini partai berbasis agama menghadapi tantangan moral politik yang lebih daripada partai lain. Sebab, mereka membawa simbol agama. ”Sepertinya mereka gagal membuktikan memiliki sistem nilai dan etika politik yang lebih dibandingkan dengan partai lain. Ketiga, pudarnya politik aliran diikuti menguatnya politik transaksional.

Bukan alat politik

Wakil Bendahara DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Bambang Sutanto mengatakan, partai berbasis massa Islam kurang berkembang karena pada dasarnya Islam tak bisa dijadikan alat politik. Ketika Islam dijadikan alat politik, akan terjadi kegamangan antara cita-cita yang ingin dituju dan realitas. Apa yang ditawarkan partai berideologi Islam kenyataannya kurang bisa memenuhi kebutuhan riil masyarakat.

Meski sebagian besar rakyat Indonesia beragama Islam, kenyataannya mereka lebih menerima partai berideologi nasionalis dan terbuka. Itu karena tradisi Islam yang tumbuh di Nusantara bukanlah tradisi Islam di Timur Tengah. Islam Indonesia membaur dengan budaya yang menjunjung tinggi asas pluralisme. Sebab itu, kata Bambang, meski berbasis massa Islam dengan pendukung utama warga NU, PKB tak memilih ideologi Islam, melainkan nasionalis religius.

Roy Rening dari Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI) juga menyadari, publik memang tak berminat pada partai berbasis agama. Kesadaran ini muncul setelah melihat perolehan suara PKDI pada Pemilu 1999, 2004, dan 2009 yang relatif konstan, sekitar 300.000 pemilih. Bahkan PKDI kalah di daerah basis, seperti Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Pada saat yang sama, lanjut Roy, persyaratan untuk mengikuti Pemilu 2014 dirasa makin berat. PKDI pada Pemilu 2014 bersama sembilan partai lain mendirikan Partai Persatuan Nasional.

Bukan monopoli

Secara terpisah, Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq mengatakan, penurunan perolehan suara bukan monopoli partai berbasis agama. Partai berbasis nasionalis, seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar, juga mengalami penurunan suara sejak Pemilu 1999-2009.

Menurut Luthfi, parpol berbasis agama dan tidak harus bisa mengemas ide sesuai dengan perubahan sosial masyarakat. Jargon lama sudah tidak laku. Untuk menangkap kebutuhan masyarakat, PKS mengkaji dan mengapresiasi berbagai kebutuhan keseharian masyarakat dan membingkainya dengan rohani. PKS pun yakin tak akan ditinggalkan masyarakat.

Ketua Lembaga Bantuan Hukum PPP Ahmad Yani di Jakarta juga optimistis perolehan suara partai Islam, terutama PPP, akan meningkat pada Pemilu 2014. Sebab, PPP bisa menunjukkan jati diri dan prinsip ajaran Islam serta memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

(NWO/FAJ/INA/LOK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com