Mereka berkumpul sesuai dengan bendera organisasi masing-masing di sekitar Bundaran Hotel Indonesia, lalu berarak menuju Istana Merdeka. Aksi damai yang diselenggarakan Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) yang terdiri atas 67 elemen serikat buruh/pekerja, organisasi masyarakat, dan mahasiswa itu masih mengusung tema ”Sistem Jaminan Sosial Nasional” seperti May Day tahun 2010.
Sekretaris Jenderal KAJS Said Iqbal meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak terjebak cara pandang para pembantu Kabinet Indonesia Bersatu II yang berorientasi anggaran sehingga terus menunda pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004.
Menurut Said, Presiden semestinya memakai cara pandang konstitusional berdasarkan Pasal 28h Ayat (3) dan 34 Ayat (2) UUD 1945 serta UU Nomor 40 Tahun 2004 dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan pekerja yang mampu untuk menjalankan SJSN.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar menambahkan, perjuangan SJSN tidak semata-mata milik pekerja karena sesungguhnya seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan manfaat jaminan sosial.
Seperti diketahui, Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) gagal disahkan pada masa sidang awal 2011 di DPR. Kondisi itu terjadi karena setidaknya terdapat empat ketidaksepahaman antara pemerintah dan DPR dalam RUU BPJS. Pertama, apakah BPJS bersifat penetapan (beschikking) atau bersifat penetapan dan pengaturan (regelling). Kedua, BPJS berbentuk BUMN atau bukan BUMN. Ketiga, BPJS tunggal atau beberapa BPJS. Keempat, secara fiskal, apakah penerapan BPJS ini ditopang APBN.
Sementara itu, selain menuntut pemerintah menerapkan SJSN, Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu juga menuntut penghapusan pungutan liar.
Menurut Wakil Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Prakoso Wibowo, praktik pungutan liar sudah saatnya diberantas karena berimbas pada persoalan kesejahteraan buruh. Selama ini praktik pungutan liar membebani pengusaha, terutama untuk komponen dana operasional, investasi, dan produksi.
”Karena itu, agar tidak merugi, si pengusaha harus memangkas komponen produksi, salah satunya memangkas biaya ketenagakerjaan. Dari kalkulasi, biaya yang dikeluarkan pengusaha untuk tenaga kerja 9-12 persen, lalu bahan bakar sekitar 50 persen, dan listrik sekitar 30 persen,” katanya.