Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

NII Muncul karena Politik Intelijen?

Kompas.com - 28/04/2011, 15:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Setara Institute Ismail Hasani mensinyalir, mencuatnya kembali gerakan Negara Islam Indonesia (NII) memunculkan dugaan bahwa intelijen tak bekerja hingga tuntas untuk menelusuri akar-akar radikalisme. Ia menduga, ada sisi politis dari oknum intelijen yang memang membiarkan kelompok radikal berkembang dan eksis dengan menyisakan satu orang anggotanya untuk menjaga aktivitas gerakan tersebut. Hal itu diungkapkan Ismail, Kamis (28/4/2011) di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

"Kalau analisis politik intelijen ini dalam kapasitas lain, dimungkinkan bahwa gerakan Islam di Indonesia selalu berurusan dengan intelijen. Tidak ada yang bisa menelusuri sejak NII didirikan. Ada satu orang disisakan. Artinya, persoalan gerakan-gerakan teroris Indonesia bisa jadi sesungguhnya menjadi persoalan politik domestik. Ada orang yang menjadi akar dari gerakan-gerakan ini yang dibiarkan, padahal perannya nyata, tetapi tidak ditangkap, tidak ditindak," papar Ismail.

Lebih lanjut ia mengatakan, ada dugaan pihak-pihak tertentu yang berusaha melegalkan sejumlah gerakan-gerakan yang mengatasnamakan Islam agar bisa dimanfaatkan sebagai ladang politik untuk perebutan kekuasaan. Hal ini mengakibatkan gerakan seperti NII yang sebenarnya sudah berkembang lama tidak pernah benar-benar terputuskan jaringannya, termasuk bentuk-bentuk jaringan teroris.

Ismail kemudian membandingkan intelijen dan kepolisian di Amerika Serikat dengan di Indonesia. Menurutnya, pada peristiwa peledakan WTC di Amerika pada 11 September 2001, kepolisian Amerika justru bisa memutus jaringan untuk peristiwa bom-bom selanjutnya.

"Seharusnya seperti Amerika, setelah 11 September meledak, setelah itu langsung selesai. Enggak ada lagi aksi-aksinya. Tetapi, di Indonesia selalu terjadi dan tidak mudah dikendalikan. Jadi, fakta adanya organisasi radikal atau gerakan semacam itu justru dijadikan alat untuk memegang otoritas oleh pihak tertentu sehingga tidak mudah dihentikan gerakan seperti ini,"ujarnya.

Ismail mengimbau agar masyarakat juga berperan membantu intelijen maupun aparat penegak hukum yang bekerja untuk memberantas gerakan NII yang berpotensi menjadi gerakan terorisme.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Nasional
    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Nasional
    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

    Nasional
    Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

    Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

    Nasional
    Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

    Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

    Nasional
    Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

    Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

    Nasional
    Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

    Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

    Nasional
    Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

    Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

    Nasional
    Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

    Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

    Nasional
    “Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

    “Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

    Nasional
    Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

    Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

    Nasional
    Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

    Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com