Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Riau Adukan SK Menhut ke KPK

Kompas.com - 27/04/2011, 21:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Puluhan petani Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, yang tergabung dalam Serikat Tani Riau, Rabu (27/4/2011), mendatangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta.

Mereka mengadukan indikasi korupsi terkait dikeluarkannya SK Menteri Kehutanan Nomor 327 Tahun 2009 tentang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan tanaman industri di Kepulauan Meranti.

"Izin ini dikeluarkan ketika sebelum Kabupaten Kepulauan Meranti dimekarkan, masih gabung dengan Bengkalis," ujar Sekretaris Komite Sutarno di Gedung KPK, Jakarta.

Menurut Sutarno, warga menilai penerbitan SK yang mengizinkan pengelolaan tanah oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper itu berpotensi korupsi. Sebab, kata Sutarno, SK itu diduga cacat secara administratif.

"Ada 12 cacat administratif antara lain terkait amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). Kepala Dinas Kehutanan Riau sudah mengajukan keberatan agar SK ditinjau kembali," katanya.

Lebih lanjut Sutarno menjelaskan, SK Menhut tersebut cacat administratif karena menggunakan amdal yang sudah kedaluarsa. Selain itu, katanya, luasan wilayah yang diizinkan untuk dikelola tidak sesuai dengan peraturan menteri.

"Izin maksimum dalam satu provinsi itu 100.000 hektar, tetapi izin yang dikeluarkan mencapai 350.000 hektar," ungkap Sutarno.

Lainnya, ia menjelaskan, terkait jenis tanah lahan yang diizinkan untuk dikelola. Menurut dia, tanah yang diizinkan untuk dikelola tersebut termasuk tanah gambut yang dilarang untuk hutan tanaman industri (HTI).

"Sesuai PP (peraturan pemerintah), areal yang boleh untuk HTI adalah areal yang ketebalannya kurang dari 3 meter, sementara lahan di Pulau Padang mencapai 6 meter. Bahkan 15 meter di daerah yang cembung," ujarnya.

Atas sejumlah cacat tersebut, Pemkab Kepulauan Meranti dan DPRD kabupaten telah mengeluarkan surat yang meminta SK itu ditinjau kembali. "Namun dibalas pihak Kementerian Kehutanan bahwa SK tersebut adalah aktif dan sah," ujarnya.

Sutarno juga mengatakan, izin pengelolaan tanah yang diberikan kepada PT Riau Andalan Pulp and Paper dinilai merugikan warga yang bermukim di sekitar wilayah pengolahan. Seluas 41.000 hektar tanah Pulau Padang, termasuk dalam wilayah yang akan dikelola PT Riau Andalan Pulp and Paper.

"Yang dirugikan masyarakat. Jelas pelanggaran hukum. Ini areal yang bukan tidak berpemilik. Ada lahan warga, perkampungan, kebun karet, kebun sagu, lahan warga, palawija," tuturnya.

Menurut dia, warga telah menyampaikan keberatannya itu kepada pemerintah tingkat desa, camat, hingga DPRD provinsi. Namun, kata Sutarno, pihak tersebut tidak dapat berbuat apa pun. "Itu kewenangan Menhut katanya," ucapnya.

Akhirnya, warga mendatangi Kementerian Kehutanan pada 20 April. Namun, lagi-lagi mereka tidak mendapatkan jawaban.

Puluhan petani itu tiba di Jakarta pada 20 April. Sutarno mengatakan, para petani sudah tiga hari mogok makan menuntut pencabutan SK.

"Kami menginap di Posko di Komnas HAM. Tanggal 21 April kami ke Kemhut, berikutnya ke Komnas HAM, dan ke KPK," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com