Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Perkoperasian Kapitalis

Kompas.com - 25/04/2011, 03:15 WIB

Ada delapan UU dan satu perppu yang mengatur tentang perkoperasian di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda. Disadari bahwa banyak dari UU yang ada tak memenuhi syarat sebagai produk UU yang baik. Sering di- ganti dengan alasan macam-macam: jati diri koperasi tereduksi dalam substansi UU, penyusunannya ”dari atas ke bawah” ikut tradisi lama pemerintahan kolonial.

Dalam era reformasi, semangat membuat UU tidak bisa lagi ”dari atas ke bawah”. Sebuah UU yang memiliki citra positif dan berwibawa harus disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Andai ada perkembangan hingga substansi berubah dalam proses penyusunannya, harus ada landasan argumen yang rasional hingga masyarakat dapat menerimanya.

UU tak boleh lagi hanya jadi modifikasi rompi pengaman bagi kepentingan kewenangan birokrat penguasa atau politikus. Bagi gerakan koperasi, UU memang bukan hal paling menentukan. Soalnya, dalam diri koperasi sudah ada regulasi-diri, yaitu nilai-nilai dan prinsipnya atau jati dirinya.

Bukti empiris tersua di Norwegia dan Denmark. Kedua negara ini tak memiliki UU ko- perasi. Namun, koperasi di sana berkembang cukup baik, bahkan menjadi penyuplai koperasi kelas dunia. Jadi, selain aspek yuridis memang penting, sesungguhnya UU perkoperasian yang baik dalam banyak pengalaman di lapangan adalah menjadikan UU sebagai bentuk pengakuan atas praktik. Fungsi UU bukan ”me- ngatur-atur”, tapi menjamin lingkungan kondusif agar koperasi tumbuh dan berkembang hingga memberikan sumbangsih bagi pembangunan sosial ekonomi masyarakat.

Masih ”atas-ke-bawah”

Di Indonesia, yang pemahaman koperasinya masih lemah, prakarsa pengembangan kope- rasi pada umumnya masih ”dari atas ke bawah”. Di sini dapat saja sebuah UU berpotensi melucuti koperasi dari jati dirinya hingga banyak koperasi yang berkembang menyimpang dari koridor.

Mencermati RUU Koperasi yang ada saat ini, ada sebuah perkembangan. Di satu sisi isunya melakukan pembaharuan. Namun, bila kita cermati pasal per pasal, masih banyak bias dan cenderung keluar dari koridor jati diri koperasi, malah berubah menjadi kapitalistik.

Masih banyak pasal kontroversial, bahkan tidak konsisten dengan terjemahan dari jati diri koperasi.

Lihat misalnya kelemahan penerjemahan substansi filosofi dari jati diri koperasi yang menyangkut definisi, nilai-nilai, dan prinsipnya sebagai karakter yang khas (Pasal 1-4). Ada pula yang menyangkut proses pendirian koperasi (Pasal 9), definisi anggota yang hanya sebagai pengguna jasa (Pasal 26), kedudukan pengawas yang dominan dan lebih mirip model korporat kapitalis yang digerakkan dalam basis kendali investor (Pasal 48-49).

Juga persyaratan pengurus (Pasal 54), penyebutan Dekopin sebagai wadah tunggal gerakan yang membunuh proses demokratisasi (Pasal 13), serta tidak adanya sanksi yang jelas. Masih banyak pasal dalam RUU Perkoperasian yang tengah digodok di DPR yang akan berdampak melemahkan posisi koperasi.

Suroto Ketua Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I), Tinggal di Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com