Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diultimatum Soal BPJS

Kompas.com - 16/04/2011, 20:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS.comPara buruh berencana mengultimatum pemerintah agar segera mewujudkan Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang kini dibahas bersama DPR, menjadi undang-undang.

Ultimatum akan disampaikan di depan Istana Merdeka, Jakarta, pada unjuk rasa memperingati Hari Buruh (May Day), 1 Mei 2011. Aksi tersebut akan dihadiri sekitar 50.000 buruh yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS). Aksi serupa juga akan digelas di sejumlah kota lainnya.

Selain berunjuk rasa, para buruh mengancam melakukan aksi mogok nasional di sejumlah kawasan industri, termasuk di Kawasan Berikat Nasional Cakung dan Tanjung Priok, jika pemerintah tidak serius dalam mewujudkan UU BPJS.     

Rencana tersebut terungkap dalam diskusi terbuka "Mimbar Rakyat untuk Jaminan Sosial" yang digelar KAJS di halaman kantor Kontras, Jakarta, Jumat (15/4/2011) petang. Diskusi dihadiri Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti, tokoh Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Muchtar Pakpahan, Koordinator Tim Pembela Rakyat untuk Jaminan Sosial Surya Tjandra, dan Sekjen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Djamaluddin.

"Pada tingkat tertentu memang dibutuhkan niat baik. Akan tetapi, kita tak bisa menyerahkan RUU BPJS pada niat baik saja. Pemerintah harus dipaksa. Kegagalan reformasi selama ini karena kita menyerahkan pada niat baik," tutur Ray.

Menurut Ray, sejak UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diterbitkan, hingga hampir tujuh tahun ini, UU BPJS yang diamanatkan UU tidak terealisasi. "Tak ada lagi niat baik itu, kecuali kebohongan," kata anggota Badan Pekerja Tokoh Lintas Agama itu.

Muchtar Pakpahan mengatakan, Jamsostek belum bisa berperan menjadi BPJS sebagaimana diatur UU SJSN. "Jamsostek, Askes, dan jaminan kesehatan lainnya sering 'diperkosa' pemerintah. Oleh karena itu, untuk menyelenggarakan SJSN harus dibentuk wali amanat yang independen. Kalau tidak, ya 'diperkosa' terus," tutur Muchtar.

Adapun Surya Tjandra menyatakan khawatir apabila waktu selama 47 hari sejak DPR membuka masa sidangnya kembali pada 8 Mei 2011 tidak dioptimalkan pemerintah bersama DPR,  nasib RUU BPJS semakin tak jelas. "Kalau gagal, RUU itu hanya bisa dibahas lagi setelah 2014 oleh pemerintah dan DPR baru. Itu kalau mereka mau," ungkap Surya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com