Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suara Rakyat tentang Gedung Baru DPR

Kompas.com - 01/04/2011, 17:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - "Masak sampai 1 triliun rupiah?" ujar Hamid (48). Tukang ojek yang sehari-hari berpangkalan di kawasan Pasar Minggu ini kaget mendengar nilai rupiah yang dianggarkan untuk pembangunan gedung DPR yang rencananya dimulai 22 Juni 2011.

Hamid tidak mengerti urusan politik, juga tidak mengerti hitung-hitungan harga material untuk pembangunan suatu gedung. Namun, sebagai rakyat biasa, ia punya penilaian sendiri tentang tingkah pola para wakil rakyat yang berencana membangun gedung dengan anggaran Rp 1,138 triliun itu.

"Ah, bagaimana itu bisa sampai sebesar itu biayanya? Boros banget," kata Hamid, ketika ditemui di pangkalan ojeknya, Kamis (31/3/2011). Menurut Hamid, dana yang dianggarkan untuk pembangunan gedung baru DPR terlalu berlebihan. Lebih baik jika uang itu dialokasikan untuk pembangunan fasilitas umum, seperti puskesmas atau perbaikan sekolah. "Itu kan uang rakyat, mending buat bangun puskesmas, orang sekarang kalau sakit susah," tuturnya.

Hal senada disampaikan Zulfikar (30), karyawan swasta. Menurut dia, lebih baik jika dana triliunan rupiah tersebut digunakan untuk membantu orang sakit yang tidak mampu membiayai operasi mereka. "Kan Jamkesmas gak bisa jadi jaminan tuh. Lagian gedungnya kan masih bagus, apalagi lihat di televisi ada anggota dewan yang bilang kejauhan jalan dari ruangannya ke tempat rapat. Kalau enggak mau capek, mendingan naik kursi roda saja," tuturnya.

Anggaran sebesar itu sebaiknya digunakan untuk membangun fasilitas umum bagi pengguna jalan, seperti yang diutarakan Herry (23), mahasiswa salah satu universitas negeri di Jakarta. "Halte bus di Jakarta saja masih cupu (jelek). Perumahan-perumahan kumuh juga masih banyak," ucapnya.

Menurut Herry, pembangunan gedung baru DPR sama sekali tidak diperlukan. Bukan hanya persoalan dananya yang besar, namun gedung DPR yang ada saat ini dinilai masih layak digunakan. "Walau saya enggak pernah masuk ke dalamnya, tapi emang buat apa sih gedung baru? Kalau merasa enggak nyaman, artinya mereka enggak cocok jadi anggota dewan yang emang kerjanya penuh tekanan menampung aspirasi masyarakat. Seharusnya semua sederhana lah," katanya.

Ia juga menyindir para anggota dewan yang gaya hidupnya terlihat mewah. "Karena anggota DPR itu hidupnya mewah makanya kinerjanya lemah. Makanya mental jadi payah, enggak enak sedikit sudah bilang 'ah'," ungkap Herry.

Seorang pedagang pakaian di bilangan Palmerah, Zahra (30), juga menilai bahwa gedung DPR masih layak ditempati. Belum memerlukan pembangunan dengan anggaran hingga triliunan rupiah. Paling dibutuhkan biaya perawatan gedung yang nilainya jauh lebih kecil. "Belum sampai kebocoran kan? Belum kebanjiran juga. Masih tampak kokoh. Lagi pula gedung DPR bukan fasilitas umum yang bisa digunakan masyarakat. Kenapa bukan fasilitas umum saja yang dibenerin?" tutur Zahra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sempat Jadi Pengacara SYL, Febri Diansyah Dapat Uang Honor Rp 800 Juta

    Sempat Jadi Pengacara SYL, Febri Diansyah Dapat Uang Honor Rp 800 Juta

    Nasional
    Basuki Bakal Putus Status Tanah IKN Usai Jadi Plt Kepala Otorita, Mau Dijual atau Disewakan

    Basuki Bakal Putus Status Tanah IKN Usai Jadi Plt Kepala Otorita, Mau Dijual atau Disewakan

    Nasional
    Pemerintah Lanjutkan Bantuan Pangan Beras, tapi Tak Sampai Desember

    Pemerintah Lanjutkan Bantuan Pangan Beras, tapi Tak Sampai Desember

    Nasional
    Saksi Sebut Penyidik KPK Sita Uang Miliaran Rupiah Usai Geledah Kamar SYL

    Saksi Sebut Penyidik KPK Sita Uang Miliaran Rupiah Usai Geledah Kamar SYL

    Nasional
    PAN Tak Masalah Tim Sinkronisasi Prabowo Hanya Diisi Orang Gerindra

    PAN Tak Masalah Tim Sinkronisasi Prabowo Hanya Diisi Orang Gerindra

    Nasional
    Istana Sebut Wakil Kepala Otorita IKN Sudah Lama Ingin Mundur

    Istana Sebut Wakil Kepala Otorita IKN Sudah Lama Ingin Mundur

    Nasional
    Bambang Susantono Tak Jelaskan Alasan Mundur dari Kepala Otorita IKN

    Bambang Susantono Tak Jelaskan Alasan Mundur dari Kepala Otorita IKN

    Nasional
    Soal Tim Sinkronisasi Prabowo, PAN: Itu Sifatnya Internal Gerindra, Bukan Koalisi Indonesia Maju

    Soal Tim Sinkronisasi Prabowo, PAN: Itu Sifatnya Internal Gerindra, Bukan Koalisi Indonesia Maju

    Nasional
    Survei Litbang 'Kompas': 58,7 Persen Responden Anggap Penambahan Kementerian Berpotensi Tumpang-Tindih

    Survei Litbang "Kompas": 58,7 Persen Responden Anggap Penambahan Kementerian Berpotensi Tumpang-Tindih

    Nasional
    Survei Litbang “Kompas”: Jumlah Kementerian Era Jokowi Dianggap Sudah Ideal

    Survei Litbang “Kompas”: Jumlah Kementerian Era Jokowi Dianggap Sudah Ideal

    Nasional
    Gus Yahya Sebut PBNU Siap Kelola Tambang dari Negara

    Gus Yahya Sebut PBNU Siap Kelola Tambang dari Negara

    Nasional
    Jokowi Tunjuk Basuki Hadimuljono Jadi Plt Kepala Otorita IKN

    Jokowi Tunjuk Basuki Hadimuljono Jadi Plt Kepala Otorita IKN

    Nasional
    Pengamat: Anies Bisa Ditinggalkan Pemilihnya jika Terima Usungan PDI-P

    Pengamat: Anies Bisa Ditinggalkan Pemilihnya jika Terima Usungan PDI-P

    Nasional
    Hadiri Kuliah Umum di UI, Hasto Duduk Berjejer dengan Rocky Gerung dan Novel Baswedan

    Hadiri Kuliah Umum di UI, Hasto Duduk Berjejer dengan Rocky Gerung dan Novel Baswedan

    Nasional
    Survei Litbang “Kompas”: 34 Persen Responden Setuju Kementerian Ditambah

    Survei Litbang “Kompas”: 34 Persen Responden Setuju Kementerian Ditambah

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com