Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karyawan Mogok, Pasien Kembali Ditolak

Kompas.com - 14/03/2011, 21:59 WIB

JAYAPURA, KOMPAS.com - Hingga Senin (14/3/2011) malam pasien-pasien yang hendak berobat di Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura, kembali terpaksa ditolak. Penolakan itu merupakan buntut dari pemogokan karyawan. Pemogokan itu sendiri telah berlangsung selama kurang lebih dua minggu dan dipicu antara lain oleh tuntutan kesejahteraan dan peningkatan pengelolaan rumah sakit.

Akibatnya, para pasien yang datang terpaksa dibawa ke rumah sakit lain di Jayapura dan Abepura. Suasana rumah sakit sangat sepi. Lorong-lorong lengang. Beberapa bangsal perawatan hanya diisi oleh beberapa pasien saja. Di ruang unit gawat darurat yang seharusnya membuka pelayanan 24 jam kosong. Hanya ada dua orang penj aga tampak berjaga-jaga di luar.

"Maaf ibu, kami belum dapat memberi pelayanan karena tidak ada perawat. Sebaiknya ibu ke rumah sakit lain untuk berobat," kata Yan (61) kepada Ibu Natalia yang membawa Vela (6) anaknya yang terserang batuk.

Yan mengatakan, sebenarnya ia tidak tega menolak, namun apa daya perawat dan tenaga medis lainnya tidak ada ditempat. Selain penjaga malam, yang tampak saat itu adalah beberapa tenaga koas dan satu dua perawat yang berjaga di bangsal perawatan.

Bahkan, Yuliana Bonsapia (58) seorang kerabat pasien terpaksa mencari air di luar rumah sakit karena dapur di rumah sakit itu ditutup. "Anak saya sudah tiga bulan ini dirawat karena kecelakaan, dan belum sembuh. Semua mogok, baru tadi pagi ada dokter yang menjenguk anak saya," kata Yuliana.

Leni Ebe, Koordinator Perawat dan Bidan RSUD Dok II Papua dalam di alog publik bertajuk RSUD Dok II Problematika dan Mengurai Benang Kusut Permasalahan Kesehatan di Papua yang digelar di Hotel Aston, Jayapura, Senin (14/3/2011) mengatakan, pihaknya sebenarnya juga tidak tega terhadap pasien. Namun persoalan kesejahteraan dan kurang profesionalnya pengelolaan di rumah sakit itu perlu diperhatikan.

Menurutnya, aksi yang dilakukan oleh para karyawan merupakan akumulasi dari berbagai persoalan yang ada selama ini. Salah sa tunya tidak diterimakannya insentif sejak Januari hingga Desember 2010. Padahal tuturnya, tugas para perawat di Papua berat. Persoalan itu menurut Leni sebenarnya pernah dikeluhkan kepada Gubernur Barnabas Suebu, namun belum mendapat jawaban memuaskan.

Persoalan yang sempat mengemuka dalam diskusi itu adalah menurut Peraturan Menteri Kesehatan 1235 tahun 2007, diatur tentang insentif bagi tenaga kesehatan, dan Gubernur pernah mengeluarkan keputusan terkait hal itu yang tertuang dalam SK 125 Tahun 2010. Namun keputusan itu ujungnya dibatalkan.

Namun, disisi lain, Koordinator Papua Corruption Watch Rifai Darus mengatakan, persoalan insentif hanyalah akumulasi dari berbagai persoalan yang ada di rumah sakit tinggalan Belanda itu. Menurutnya ada persoalan yang lebih besar yaitu buruknya pengelolaan dan komunikasi antar lini. "Selain itu tidak ada cetak biru tentang pelayanan kesehatan di rumah sakit itu," kata Rifai Darus.

Persoalan yang dihadapi rumah sakit tersebut, tuturnya perlu perhatian kh usus karena RSUD Dok II merupakan rumah sakit rujukan dan parameter bagi pelayanan kesehatan di pedalaman dan pesisir Papua. Jika rumah sakit umum yang berada di ibukota provinsi saja seperti itu, bagaimana pelayanan kesehatan di pedalaman dan pesisir tentu akan lebih memprihatinkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com