Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sinetron Koalisi dan "Reshuffle"

Kompas.com - 10/03/2011, 21:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Polemik evaluasi koalisi dan kabinet yang panjang begitu melelahkan publik. Sebagian besar pihak menilai polemik ini muncul karena buruknya komunikasi politik elite Demokrat dengan Ketua Dewan Pembinanya, Susilo Bambang Yudhoyono. Keributan yang dimunculkan elite Demokrat kerap dibantah oleh sejumlah tindakan SBY terhadap partai anggota koalisinya.

Namun, pengamat politik Yudi Latief menilai justru polemik ini muncul dari skenario yang dimunculkan sendiri oleh Presiden SBY, baik sebagai pucuk tertinggi partai maupun pucuk tertinggi pemerintahan. Skenario ini dimunculkan sebagai taktik untuk mengundang publik dan pelaku politik lainnya untuk mengevaluasi sendiri anggota partai koalisi yang disebut "nakal" oleh Demokrat pascapembahasan usulan hak angket perpajakan di parlemen.

"Saya kira taktik. Tak mungkin orang-orang Demokrat itu melakukan public statement kalau itu tanpa persetujuan atau tanpa koridor yang digariskan oleh partai. Pasti semua pernyataan itu memenuhi satu skenario yang disetujui atau dibiarkan oleh petinggi partainya. Saya kira itu manuver-manuver yang dikembangkan untuk menguji air, menguji reaksi. Kalau yang disetel adalah orang-orang Demokrat secara tidak langsung atau Mensesneg, Presiden kan punya banyak alasan untuk menghindar kalau pernyataan-pernyataan dari orang Demokrat itu menuai reaksi negatif," ungkapnya di Gedung DPR RI, Kamis (10/3/2011).

Yudi menganalogikan kisruh koalisi dan wacana reshuffle sebagai sinetron picisan dan, menurutnya, setiap sinetron memiliki sutradara yang bertugas memperpanjang jam tayangnya. Yudi menegaskan, sutradara dalam kisruh kali ini adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri. Karena tujuan dari sutradara hanyalah untuk memperpanjang jam tayang, maka logika tak lagi menjadi penting dan bisa dikesampingkan. Maka, muncullah kebingungan antara sikap partai dan Presiden SBY sendiri, lalu muncul juga persepsi tak sejalannya kata dan perbuatan. Diminta segera merombak kabinet, malah katanya tengah melakukan evaluasi. Menurut Yudi, ini hanya taktik Presiden SBY untuk memperpanjang waktu mencari cara yang lebih aman untuk melakukan reshuffle.

"Dalam isu koalisi dan reshuffle, motifnya begitu cetek, ingin mengalihkan ke isu lain dan ternyata tak jadi lagi, sedang evaluasi katanya, kalau begitu, berarti sedang mencari cara yang lebih aman. Bukan dievaluasi berdasarkan kinerja, tapi lagi cari cara yang paling aman," tambahnya.

Tak punya pilihan, Presiden SBY sebagai sutradara, lanjut Yudi, memiliki wewenang untuk mengubah susunan pemainnya. Sebelumnya, Golkar dan PKS rencananya akan didepak demi memperpanjang cerita sinetron dan menggantinya dengan aktor-aktris baru PDI-P dan Gerindra. Sayangnya, niat itu terganjal karena kepastian sikap Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang kali ini sikapnya masih mudah ditebak. PDI-P menolak masuk kabinet dan koalisi serta tetap mempertahankan Golkar di dalam koalisi.

"Dan ini membuat Golkar selalu kembali mengambil keuntungan dari kepastian (sikap) Megawati. Ternyata secara intitusional PDI-P tak bisa ditarik, jadi menyingkirkan Golkar dari koalisi artinya memperpendek jam tayang. Pernyataan bahwa SBY menyerah kepada Golkar tak benar. Ini kan cuma karena Presiden tak punya pilihan lain," tambahnya.

Yudi sendiri mengaku sudah bosan dengan pembicaraan evaluasi koalisi dan rencana perombakan kabinet yang tak jelas juntrungannya hingga sekarang. Yudi menyayangkan pula jika hal ini terus dibesar-besarkan di berbagai media massa. Padahal, diulangnya kembali, tak ada intensinya.

"Semuanya pepesan kosong, kalau katanya dalam rangka memperbaiki kinerja, itu omong kosong. Ini hanya mengukuhkan, logika itu diabaikan dan negara itu tak ada kepastian, hanya beringsut dari isu satu ke isu lain, rakyat menjadi korban. Kalau soal kinerja selesai, tapi ujungnya adalah bagaimana bertahan terus sampai 2014."

"Dengan sikap buruk Presiden seperti ini membuat negara tertawan pada perbuatan-perbuatan partikular. Contohnya, dalam konflik antar-agama, Presiden tak tegas, ancaman konflik kini berada di titik terbawah. Akan menimbulkan keliaran-keliaran baru karena ketegasan pemerintah tak ada," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

    Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

    Nasional
    Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

    Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

    Nasional
    Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

    Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

    Nasional
    Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

    Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

    Nasional
    Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

    Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

    Nasional
    Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

    Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

    Nasional
    Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

    Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

    Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

    Nasional
    Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

    Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

    Nasional
    Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

    Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

    Nasional
    Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

    Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

    Nasional
    Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

    Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

    Nasional
    Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

    Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com