Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Potensial Jadi Alat Pelanggaran HAM

Kompas.com - 10/03/2011, 04:30 WIB

Jakarta, Kompas - Rancangan Undang-Undang Peng- adaan Tanah untuk Pembangunan potensial menjadi instrumen pelanggaran hak asasi manusia jika disahkan Dewan Perwakilan Rakyat. Tuntutan agar pengadaan tanah untuk keperluan pembangunan dipermudah secara legal melalui undang-undang tidak dibarengi dengan mekanisme yang tepat untuk menyelesaikan kasus-kasus sengketa agraria.

Koalisi Anti Perampasan Tanah saat bertemu Gerakan Tokoh Lintas Agama di Jakarta, Selasa (8/3), menyerukan agar DPR tidak buru-buru mengamini keinginan pemerintah agar RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan segera dibahas dan disahkan. Menurut Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Idham Arsyad, ketimpangan struktur agraria di Indonesia malah akan semakin parah jika RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan disahkan.

”Ketimpangan struktur penguasaan tanah masih terjadi. Jumlah petani gurem dan petani tak bertanah semakin tahun semakin banyak. Tetapi, apa yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan itu? Pemerintah malah hendak mengeluarkan peraturan perundangan yang akan memudahkan perampasan tanah rakyat atas nama pembangunan,” kata Idham.

Padahal, kepentingan umum yang dimaksud dalam RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan juga belum jelas. Malah dia mencurigai ada kepentingan pemodal yang bisa memanipulasi makna kepentingan umum dalam RUU Pengadaan Tanah. ”Ada pasal dalam RUU ini yang menyatakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan swasta. Padahal, di mana-mana aktor kepentingan umum negara. Kepentingan umum berarti harus bisa diakses semua orang,” katanya.

Menurut dia, jika RUU itu disahkan DPR, yang terjadi justru semakin banyak konflik atau sengketa pertanahan. ”Konflik agraria akan semakin marak dan pasti disertai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) karena selama ini pun tidak ada mekanisme yang tepat untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut,” tutur Idham.

Sekretaris Gerakan Tokoh Lintas Agama yang juga pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang Salahuddin Wahid (Gus Sholah) sepakat dengan Koalisi Anti Perampasan Tanah agar definisi kepentingan umum itu dirumuskan secara jelas sehingga pada akhirnya tidak merugikan rakyat banyak. Menurut Gus Sholah, patut dicurigai juga ada pihak swasta yang mendorong anggota DPR agar mengesahkan RUU itu.

Ketua Dewan Nasional KPA Usep Setiawan mengatakan, pembagian sertifikat tanah kepada petani pada akhir tahun lalu bukan merupakan distribusi tanah sebagaimana amanat Undang-Undang Pokok Agraria. ”Yang terjadi, tanah-tanah tersebut memang menjadi bagian dari program distribusi tanah di masa lalu, yang kemudian baru disahkan saat ini,” ujarnya. (BIL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com