Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Golkar dan PKS Oposisi

Kompas.com - 04/03/2011, 04:49 WIB

Di sisi lain, jika hanya salah satu dari Golkar atau PKS yang ditendang dari Setgab Koalisi, SBY sebenarnya tak memerlukan kehadiran Gerindra untuk menggalang dukungan politik terhadap pemerintahannya. Setgab Koalisi tanpa Golkar masih mencakup sekitar 56,6 persen kekuatan koalisi di DPR, sedangkan barisan koalisi tanpa PKS mencakup 65,6 persen pendukung SBY di Senayan.

Namun, persoalannya, politik bukanlah matematika. Sama sekali tidak ada jaminan kocok ulang formasi koalisi akan menghasilkan kerja sama dan konsolidasi parpol pendukung SBY jadi lebih baik. Faktanya, koalisi superjumbo yang mencakup 75,5 kekuatan parpol di DPR saat ini akhirnya kandas diterjang badai skandal Century dan usulan angket pajak. Apalagi, posisi sebagai parpol koalisi di satu pihak dan parpol oposisi di lain pihak tak banyak berbeda di negeri ini.

Sebagaimana fenomena Golkar, PKS, dan PPP dalam kasus angket Century, juga Gerinda dalam kasus angket pajak, parpol koalisi dan oposisi seketika dapat berubah posisi dan haluan politik. Parpol anggota koalisi yang seharusnya mendukung pemerintah justru menolak kebijakan pemerintah. Sebaliknya, parpol oposisi yang semestinya mengkritisi pemerintah malah memilih bersekutu dengan parpol koalisi pendukung pemerintah.

Tak adanya komitmen ideologis yang jelas menjadikan parpol-parpol di negeri ini berpolitik tanpa arah dan haluan yang jelas pula. Posisi sebagai koalisi dan oposisi hanya beda-beda tipis. Apalagi, parpol-parpol kita cenderung menganut prinsip bahwa dukungan politik bisa ”dibeli” dan ditransaksikan sesuai kepentingan subyektif politisi. Karena itu, perubahan apa pun terkait formasi parpol koalisi hanya memberi insentif bagi para politisi parpol itu sendiri, bukan bangsa ini.

Golkar atau PKS?

Persoalan lain yang dihadapi SBY jika membongkar formasi Setgab Koalisi adalah dampaknya bagi perombakan kabinet. Apabila Golkar dikeluarkan, SBY harus mengganti tiga menteri dari partai beringin. Sementara jika PKS dicopot, perlu dicari pengganti empat menteri. Itu artinya, SBY harus mencari tujuh calon menteri jika Golkar dan PKS diberhentikan dari koalisi. Pertanyaannya, apakah SBY akan mengulang kesalahan sama seperti periode 2004-2009, yakni merombak kabinet semata-mata atas dasar ”jatah” dan balas budi politik? Bagaimana jika kinerja menteri-menteri dari Golkar dan PKS ternyata relatif lebih baik dibandingkan dengam para menteri dari Partai Demokrat, PAN, PKB, dan PPP?

Barangkali inilah problematik yang terus berulang pada sosok SBY. Sejak awal jenderal klimis berbintang lima ini semestinya sudah menghitung berbagai risiko politik jika koalisi parpol pendukungnya dibentuk semata-mata atas dasar kepentingan politik jangka pendek. Mungkin pula inilah ongkos politik yang harus dibayar SBY ketika kinerja pemerintahan telanjur dikemas sekadar sebagai pencitraan belaka. Semoga saja belum terlambat bagi SBY untuk lahir kembali sebagai sosok presiden yang tegas dan berani mengambil risiko.

Syamsuddin Haris Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com