Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yakin Tetap Bertahan

Kompas.com - 02/03/2011, 02:29 WIB

Jakarta, Kompas - Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai evaluasi anggota sekretariat gabungan koalisi partai pendukung pemerintah tidak membuat Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera gentar. Mereka percaya diri bisa bertahan karena merasa tak melanggar kontrak.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Priyo Budi Santoso, Selasa (1/3), mengatakan, Partai Golkar tidak merasa peringatan evaluasi ditujukan bagi partainya. ”Pernyataan itu tidak ditujukan kepada Golkar, tetapi seluruh anggota koalisi,” katanya. Oleh karena itu, Partai Golkar tak akan memberikan reaksi apa pun terhadap rencana evaluasi koalisi yang disampaikan Presiden. Partai Golkar tidak akan mengubah gaya politik dan tetap kritis.

Sekretaris Jenderal PKS Anis Matta mengatakan, pihaknya akan menunggu apa pun keputusan Presiden. ”Kami pasif saja, kami menunggu keputusan Presiden,” katanya. Menurut Anis, hubungan PKS dengan Presiden SBY tetap baik. Tidak ada hambatan yang dirasakan PKS dalam berkomunikasi dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut.

Bukan hanya itu, PKS juga tidak merasa melanggar kontrak politik dalam koalisi. Perbedaan sikap yang selama ini ditunjukkan PKS, seperti dalam usulan hak angket mafia pajak, justru bertujuan melaksanakan komitmen koalisi, yakni membentuk pemerintahan yang bersih.

Anis mengingatkan hubungan PKS dengan Presiden SBY tergolong dekat. PKS merupakan partai pertama yang mendukung pencalonan SBY pada Pemilu 2004. PKS juga menjadi partai pertama yang diminta kembali mendukung SBY menjelang Pemilu 2009.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat tersebut menceritakan bahwa SBY meminta Ketua Dewan Syuro PKS Hilmi Aminudin datang ke Cikeas, pertengahan tahun 2008. Saat itu beberapa lembaga survei menyebutkan tingkat elektabilitas SBY turun menjadi 19 persen, sementara mantan Presiden Megawati Soekarnoputri naik melebihi 30 persen.

Meskipun tingkat elektabilitas SBY turun, lanjut Anis, PKS tetap mendukung pencalonan SBY. ”Ini kan sebenarnya pertaruhan besar bagi PKS, memberikan dukungan saat elektabilitasnya 19 persen,” ujarnya.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, mengatakan, koalisi antarpartai masih sangat labil karena beberapa partai bisa mengubah sikap sesuai isu dan kepentingan. Kondisi itu memunculkan ketidakpastian politik yang membuat pemerintah sulit mengambil keputusan strategis dengan cepat dan tegas.

Menurut dia, sistem koalisi yang tercipta pada era pemerintahan Presiden SBY ini merupakan anomali atau keanehan politik. Dalam fatsun politik umum, dukungan partai-partai koalisi tak hanya berlangsung di kabinet, tetapi juga dalam parlemen.

”Di Indonesia, partai-partai koalisi pendukung pemerintah mendapat kursi sebagai menteri di kabinet, tetapi bisa berseberangan di parlemen. Ini tidak umum,” katanya. Koalisi semacam itu rapuh dan labil karena muncul sikap partisan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com