Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ujian Demokrasi dalam Masa Transisi

Kompas.com - 01/03/2011, 03:08 WIB

”Secara prosedur memakai perangkat demokratis, tetapi substansi tidak. Dukungan berdasarkan pertimbangan hubungan keluarga. Akibatnya, demokrasi terbelakang, transformasi politik tidak berjalan. Yang jalan hanya transaksional. Konsekuensinya adalah memelihara klan dan patron,” kata Tahmidy.

Meskipun tidak diakui terbuka, pengaruh kuatnya klan tidak terbantahkan dalam panggung politik lokal. Menurut Ketua Dewan Adat Pitung Gota, Datu Wajar Lamarauna, pengaruh klan dan kekerabatan dalam ruang politik Sulteng tak dapat diabaikan. Jamak terjadi elite lokal di lembaga eksekutif berkerabat dengan para tokoh legislatif. Di Kabupaten Buol, misalnya, Bupati Amran Batalipu masih sepupu Ketua DPRD Buol Abdullah Batalipu. Istri Bupati Buol, Luciana Baculu, yang menjabat Kepala Badan Promosi Penanaman Modal Daerah Buol, saat ini maju sebagai calon wakil gubernur.

Konstelasi politik di Sulteng tidak dapat dipisahkan dari dominasi Partai Golkar. Partai ini mendominasi perolehan suara sejak era tahun 1971 hingga masa reformasi. Dalam satu dekade, dukungan publik Golkar di tingkat nasional menyusut sepertiga bagian. Di tingkat provinsi, suara Golkar masih cukup bertahan. Pada Pemilu 2009, Golkar meraih 19 persen suara di DPRD provinsi. Banyak kader Golkar berasal dari klan-klan berpengaruh, seperti Ponulele di Palu, Batalipu di Buol, Amir di Banggai, dan Bantilan di Tolitoli.

Suara Golkar juga disusutkan mesin politik Demokrat. Dengan 12 persen suara pada Pemilu 2009, Demokrat meraih 6 kursi di DPRD provinsi dan 47 kursi DPRD di seluruh kabupaten/kota. Basis suara Demokrat terbentuk di Poso, Morowali, dan Banggai. Dukungan terhadap Golkar juga terpecah dengan keluarnya sejumlah kader berpengaruh ke partai lain. Sejumlah tokoh Golkar melenggang mencalonkan diri ke pilkada tanpa dukungan Golkar, antara lain mantan Bupati Tolitoli Ma’ruf Bantilan dan petahana Gubernur Bandjela Paliudju.

Politik Sulteng juga diwarnai kembalinya sebagian pemilih kepada politik aliran. Partai bernuansa agama, seperti PKS, PAN, dan PDS, masing-masing memperoleh sekitar 5 persen suara di DPRD provinsi. Basis dukungan PKS dan PAN terutama dari Kota Palu dan sekitarnya, sementara loyalis PDS berada di wilayah pegunungan Sigi, sebagian Poso, dan Morowali.

Meskipun aliran politik dapat terpetakan selama pemilu, ajang pilkada justru menunjukkan rapuhnya ikatan ideologi parpol. Pada pilkada kabupaten kota sepanjang 2005-2008, tercatat hanya dua parpol yang sukses mengusung pasangan calonnya tanpa koalisi, yakni Golkar dan PDS. Dari 11 pilkada, Golkar tercatat sukses empat kali mengusung pasangan calon tanpa koalisi, yakni di Kota Palu (2005), Kabupaten Banggai (2006), Buol (2007), dan Donggala (2008). PDS tercatat satu kali berhasil mengusung pasangan calon tanpa koalisi, yakni pasangan Piet Inkiriwang-Muthalib Rimi di Poso (2005).

Golkar dan PDS tidak mampu mempertahankan efektivitas mesin politiknya pada periode kedua pilkada. Di Pilkada Poso (2010), misalnya, Bupati Piet Inkiriwang kembali terpilih, tetapi dimotori Partai Demokrat. Hal serupa juga terjadi pada Golkar. Dari lima pilkada selama tahun 2010, hanya dua kali Golkar sukses mengegolkan pasangan kepala daerah, yakni di Tojo Unauna dan Kota Palu, itu pun dimenangi petahana.

Yang jelas, generasi baru sulit memunculkan diri di tengah kondisi masyarakat yang primordial. Inilah paradoks demokrasi transisi rasional tapi juga feodal. (Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com