Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dipo Alam Digugat Rp 101 Triliun

Kompas.com - 27/02/2011, 09:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pernyataan boikot media yang diungkapkan oleh Sekretaris Kabinet Dipo Alam tidak hanya dilaporkan pidana oleh Media Group, tetapi juga digugat secara perdata. Grup yang menaungi MetroTV dan harian Media Indonesia itu mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat ( 25/2/2011 ), dengan nilai gugatan sebesar Rp 101 triliun. 

"Bahwa penggugat (Media Group) berhak atas ganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum tergugat (Dipo Alam) yang telah mengeluarkan pernyataan sepihak tanpa dasar hukum dan telah melanggar hak penggugat, baik secara kerugian materiil maupun immateriil," kata kuasa hukum Media Group, OC Kaligis, Sabtu (26/2/2011) di Jakarta.

Kaligis menjelaskan, pernyataan Dipo Alam yang mengimbau institusi pemerintah tidak memasang iklan pada dua media di dalam Media Group telah menimbulkan kerugian materiil. Ia menyebutkan soal turunnya pendapatan iklan MetroTV dan Media Indonesia dan nilai kerugian ditaksir mencapai Rp 1 triliun. 

Secara immateriil, tutur pengacara kondang itu, Media Group mengalami kerugian waktu, tenaga, pikiran, dan pencemaran nama baik. Selain kepercayaan masyarakat menurun, usaha dua media tersebut juga terganggu yang nilainya tak terhitung. "Nilai kerugian immateriil klien kami mencapai Rp 100 triliun," ucap Kaligis. 

Disebutkan dalam surat pendaftaran gugatan bernomor 81/PDT.G/ 2011 /PN.JKT.PST itu, alasan Media Group menggugat Dipo Alam adalah pada 21 Februari 2011 tergugat (Dipo Alam) mengeluarkan pernyataan sebagaimana dikutip di berbagai media cetak dan media elektronik yang menjatuhkan kredibilitas para penggugat (Media Group). Ada tiga bukti pernyataan Dipo Alam yang digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Pertama, "Pokoknya saya katakan kalau mereka (media) tiap menit menjelekkan terus, tidak usah pasang (iklan). Saya akan hadapi itu. Toh, yang punya uang itu pemerintah. Enggak usah pasang iklan di situ dan juga sekarang orang yang di-interview dalam prime time tidak usah datang." 

Kedua, "Ini, kan, membuat investor lari. Seolah-olah Indonesia ini kacau. Indonesia ini gelap." 

Ketiga, "Saya memberikan instruksi boikot itu kepada seluruh sekjen dan humas kementerian. Kita bukan alergi kritik. Boleh kritik, kita senangi dikritik. Tapi, isinya negatif dan akumulatif sehingga orang-orang menjadi mislead, that is wrong. Itu bukan mengkritik. Itu bukan kebebasan pers. Saya mengatakan boikot saja. Yang tidak boikot, saya perhatikan."

OC Kaligis menyayangkan Dipo Alam tidak menggunakan hak jawab dan hak koreksi sebagaimana diatur Pasal 1 Butir 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. "Kalau tidak berkenan dengan pemberitaan sebuah media, hendaknya gunakan hak jawab atau hak koreksi, bukan mengeluarkan pernyataan sepihak tanpa dasar hukum yang menjatuhkan kredibilitas media di muka umum sehingga merugikan media itu," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surati Kabareskrim, FKMS Minta Kasus Dugaan Ijazah Palsu Bupati Ponorogo Dituntaskan

Surati Kabareskrim, FKMS Minta Kasus Dugaan Ijazah Palsu Bupati Ponorogo Dituntaskan

Nasional
PN Jakarta Pusat Nyatakan Tak Berwenang Adili Perbuatan Melawan Hukum Terkait Pencalonan Gibran

PN Jakarta Pusat Nyatakan Tak Berwenang Adili Perbuatan Melawan Hukum Terkait Pencalonan Gibran

Nasional
Tak Sejalan dengan Reformasi, Revisi UU TNI Sebaiknya Dihentikan

Tak Sejalan dengan Reformasi, Revisi UU TNI Sebaiknya Dihentikan

Nasional
Demokrat Tak Persoalkan Anggota Tim Transisi Pemerintahan Diisi Kader Gerindra

Demokrat Tak Persoalkan Anggota Tim Transisi Pemerintahan Diisi Kader Gerindra

Nasional
Menteri PUPR Jadi Plt Kepala Otorita IKN, PKB: Mudah-mudahan Tidak Gemetar

Menteri PUPR Jadi Plt Kepala Otorita IKN, PKB: Mudah-mudahan Tidak Gemetar

Nasional
Istana Cari Kandidat Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Definitif

Istana Cari Kandidat Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Definitif

Nasional
Soal Pimpinan Otorita IKN Mundur, Hasto PDI-P: Bagian dari Perencanaan yang Tak Matang

Soal Pimpinan Otorita IKN Mundur, Hasto PDI-P: Bagian dari Perencanaan yang Tak Matang

Nasional
Pendukung Diprediksi Terbelah Jika PDI-P Usung Anies di Pilkada Jakarta

Pendukung Diprediksi Terbelah Jika PDI-P Usung Anies di Pilkada Jakarta

Nasional
Indonesia Akan Bentuk 'Coast Guard', Kedudukan Langsung di Bawah Presiden

Indonesia Akan Bentuk "Coast Guard", Kedudukan Langsung di Bawah Presiden

Nasional
Bareskrim Kirim Tim ke Thailand Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Bareskrim Kirim Tim ke Thailand Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, PDI-P: Ujung-ujungnya Tetap Nepotisme

MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, PDI-P: Ujung-ujungnya Tetap Nepotisme

Nasional
Dualisme Pengamanan Laut, Bakamla Disiapkan Jadi Embrio 'Coast Guard' RI

Dualisme Pengamanan Laut, Bakamla Disiapkan Jadi Embrio "Coast Guard" RI

Nasional
Istri SYL Dapat Uang Operasional Bulanan Rp 30 Juta dari Kementan

Istri SYL Dapat Uang Operasional Bulanan Rp 30 Juta dari Kementan

Nasional
Soal Revisi UU TNI-Polri, Mensesneg: Presiden Belum Baca

Soal Revisi UU TNI-Polri, Mensesneg: Presiden Belum Baca

Nasional
SYL Begal Uang Perjalanan Dinas Pegawai Kementan Selama 4 Tahun, Total Rp 6,8 Miliar

SYL Begal Uang Perjalanan Dinas Pegawai Kementan Selama 4 Tahun, Total Rp 6,8 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com