Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Migrasi dan Krisis Kemanusiaan

Kompas.com - 24/02/2011, 03:32 WIB

Perbedaan mencolok tampak pada pola migrasi penduduk di kawasan Pasifik di mana negara-negaranya terdiri dari pulau-pulau kecil dengan jumlah penduduk relatif sedikit. Ketika mereka bermigrasi, biasanya berpindah ke pulau lain.

Di subwilayah Melanesia (Kepulauan Fiji, Kaledonia Baru, Papua Niugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu) yang penduduknya mencakup 85 persen kawasan Pasifik (total 9,7 juta jiwa), jarang bermigrasi keluar. Di subwilayah Mikronesia (Kiribati dan Nauru) biasanya bermigrasi ke Selandia Baru, Australia, dan sebagian ke Amerika Serikat. Subwilayah Polinesia serupa dengan Mikronesia.

Menilik fenomena perubahan iklim, Asia Selatan merupakan wilayah paling rentan. Empat negara: Banglades, India, Maladewa, dan Pakistan, akan menerima dampak terbesar dari perubahan iklim dibandingkan negara-negara lain di dunia.

Kenaikan paras muka air laut dan badai akan meningkat signifikan di kawasan Teluk Bengali dan Laut Arab. Ancaman banjir di kawasan pantai meningkat signifikan. Daerah delta sungai di Banglades dan India, seperti Gangga-Brahmaputra, Indus, dan Mahanadi, akan lebih sering meluap.

Dampak lain yang akan menimpa kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah ancaman pada ketahanan pangan akibat kekeringan serta berubahnya karakter cuaca lokal.

Bencana iklim bisa bersifat mendadak dan masif sifatnya, seperti banjir dan badai, atau sebagai akibat dari suatu proses panjang, seperti kondisi lingkungan akibat pola cuaca yang berubah yang mengakibatkan kekeringan atau serangan hama yang semakin sering.

Krisis kemanusiaan

Untuk menghadapi permasalahan migrasi yang potensial memunculkan persoalan sosial-ekonomi yang baru, ADB menyatakan, perlu sistem tata kelola pemerintahan yang baru dan efektif serta mekanisme kebijakan yang mampu menanggulangi ancaman bencana itu. Pemerintah harus mengetahui tingkat kerentanan wilayahnya.

Menurut François Gemenne dari Institut Pembangunan Berkelanjutan dan Hubungan Internasional di Paris, Perancis, dalam diskusi online tentang topik ini, tingkat kerentanan dipengaruhi oleh tingkat kepadatan penduduk, tingkat kesejahteraan, dan kesiapan menghadapi bencana. Faktanya, banyak negara tidak memiliki ahli di bidang bencana, infrastrukturnya pun tak memadai.

Masalahnya sekarang, ketika migrasi dan perpindahan penduduk secara global sudah menjadi keniscayaan, ternyata dunia internasional belum terdapat mekanisme kerja sama untuk itu. Skema proteksi dan bantuan antarnegara masih bersifat menyebar, tidak terkoordinasi baik, dan tidak memadai. Problem yang harus dijawab mencakup bagaimana mengatur lalu-lalang migrasi, bagaimana suatu wilayah harus menerima warga berpindah dan sebagainya. Persoalan menjadi rumit karena hal ini melibatkan aspek-aspek kultur, ekonomi, agama, ideologi, dan politik.

Kegagalan menjawab tantangan di atas akan membuahkan krisis kemanusiaan global. Di Indonesia, persoalan sama menghadang. Di garis pantai yang panjangnya sekitar 80.000 kilometer terdapat sekitar 2,5 juta jiwa yang berpotensi bermigrasi. Belum lagi berbicara tentang daerah-daerah yang semakin rentan bencana iklim akibat rusaknya ekosistem serta berubahnya pola cuaca. Pertanyaannya: Siapkah pemerintah kita…?

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com