Jakarta, Kompas
Hal ini disampaikan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Kacung Maridjan dan Direktur Eksekutif IndoBarometer M Qodari secara terpisah, Sabtu (19/2). Saling konfirmasi, kata Qodari, justru terjadi ketika kedua proses itu diterapkan. Hal ini jauh lebih baik ketimbang mempermasalahkan argumen Partai Golkar yang berkeras mengusulkan angket dan Partai Demokrat yang menolaknya.
Menurut Kacung, proses hukum lebih melihat aspek legal formal. Sementara dalam proses politik, yang dilakukan melalui hak angket, penyelidikan bisa lebih kuat dan luas.
”DPR bisa mengungkap kasus mafia seperti apa, bahkan kasus pada zaman Orde Baru,” tutur Kacung.
Terpisah, anggota DPR dari Partai Golkar, Ade Komaruddin, meyakini, pansus hak angket tidak akan memengaruhi pengusutan praktik mafia pajak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ataupun Polri. Bahkan, lanjut Ade, temuan-temuan dalam pansus hak angket yang terbuka dapat menjadi petunjuk bagi KPK atau Polri untuk mengusut dugaan praktik mafia pajak.
Sebaliknya, anggota DPR dari Partai Demokrat, Didi Irawadi, menilai langkah KPK menuntaskan kasus pajak yang terkait mantan pegawai pajak Gayus HP Tambunan kembali terganggu dengan adanya rencana pembentukan pansus hak angket mafia perpajakan di DPR. Jika konsisten mengungkap praktik mafia pajak, Komisi III DPR sebenarnya dapat mengusulkan atau melakukan pembenahan regulasi sistem perpajakan, seperti sistem pengadilan pajak.