Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akhiri Tradisi Impunitas!

Kompas.com - 13/02/2011, 19:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Imparsial, LBH Jakarta, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menuntut agar pihak kepolisian menghentikan tradisi impunitas yang membiarkan para pelaku dan aktor intelektual dalam penyerangan terhadap Ahmadiyah lepas dari jeratan hukum.

Ketiga Lembaga Sosial Masyarakat itu menduga, selama ini terdapat kegamangan polisi saat berhadapan dengan massa yang dikerahkan tokoh agama dan tokoh masyarakat anti Ahmadiyah.

"Penyerangan Ahmadiyah eskalasi meningkat sejak 10 tahun terakhir. Daerah penyerangan semakin luas, impunitas, tidak ada hukuman terhadap penyerang," ujar Ketua LBH Jakarta, Nurkholis, dalam jumpa pers gabungan Imparsial, KontraS, dan LBH Jakarta di kantor Imparsial, Jakarta, Minggu (13/2/2011).

Disampaikan Nurkholis, tradisi impunitas berupa pembiaran terhadap pelaku penyerangan terhadap Ahmadiyah sudah berlangsung sejak sepuluh tahun lalu. Pihak kepolisian, katanya, bertindak abai dan membiarkan meskipun mengetahui adanya potensi ancaman dan penindasan yang akan terjadi.

"Ketika penyerangan terjadi polisi tidak melakukan kewajibannya maksimum untuk melindungi warga, lebih-lebih menghentikan penyerangan," katanya.

Pihak kepolisian-pun, lanjutnya, diduga terlibat dalam aksi penyerangan. Dalam penyerangan terhadap Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten misalnya. Polisi terlibat menghasut warga dengan menyatakan bahwa pengikut Ahmadiyah yang memprovokasi aksi lebih dulu.

"Perbincangan negosiasi antara Kanit Intelkam Polsek dengan warga Ahmadiyah yang menolak dievakuasi di dalam rumah sekitar 35 menit sebelum penyerangan, menyebar dengan isu Ahmadiyah menantang," kata Nurkholis menjelaskan.

Kemudian saat penyerangan berlangsung, kepolisian dinilai abai karena tidak menyediakan pasukan dengan perlengkapan lengkap yang menghalangi serangan, seperti gas air mata, memberikan tembakan peringatan, atau menyampaikan seruan peringatan melalui pengeras suara. "Kapolda dan kapolres-nya malah tidak berada di lokasi, tidak memobilisasi pasukan tambahan," ujar Nurkholis.

Untuk itulah, selain meminta penghentian tradisi impunitas, LBH Jakarta, Imparsial, dan KontraS menilai perlunya protap yang jelas untuk mengatasi kegamangan polisi tersebut. "Menjalankan protap dengan jelas, kalau bisa, tambah," katanya.

Kemudian, untuk mengusut tuntas keterlibatan kepolisian dalam insiden penyerangan, ketiga LSM itu meminta agar Komnas Hak Asasi Manusia yang tengah menyelidiki kasus Cikeusik juga menggali keterangan dari kapolsek, kapolres, dan kapolda yang telah dicopot serta aparat lainnya. "Pencopotan kapolda juga harus di-follow up dengan sidang etik dan diperdalam," kata Nurkholis.

Adapun jumpa pers hari ini dihadiri Ketua LBH Jakarta Nurkholis, Koordinator KontraS, Haris Azhar, dan salah satu pengagas Imparsial, MM Billah, dan Rusdi Marpaung, salah satu pengusut kasus Munir. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Mantan Kabareskrim: Saya Tidak Yakin Judi Online Akan Terberantas

    Mantan Kabareskrim: Saya Tidak Yakin Judi Online Akan Terberantas

    Nasional
    PPATK Ungkap Perputaran Uang Judi 'Online' Anggota Legislatif Capai Ratusan Miliar

    PPATK Ungkap Perputaran Uang Judi "Online" Anggota Legislatif Capai Ratusan Miliar

    Nasional
    KIM Siapkan Pesaing Anies pada Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil dan Kaesang Masuk Nominasi

    KIM Siapkan Pesaing Anies pada Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil dan Kaesang Masuk Nominasi

    Nasional
    KPK Ungkap Awal Mula Dugaan Korupsi Bansos Presiden Terbongkar

    KPK Ungkap Awal Mula Dugaan Korupsi Bansos Presiden Terbongkar

    Nasional
    Akui Di-bully karena Izin Tambang, PBNU: Enggak Apa-apa, 'Jer Basuki Mawa Bea'

    Akui Di-bully karena Izin Tambang, PBNU: Enggak Apa-apa, "Jer Basuki Mawa Bea"

    Nasional
    KPU Minta Pemda Fasilitasi Pemilih yang Baru Berusia 17 Tahun pada Pilkada 2024

    KPU Minta Pemda Fasilitasi Pemilih yang Baru Berusia 17 Tahun pada Pilkada 2024

    Nasional
    PKS Usung Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta, Wasekjen PKB: Blunder...

    PKS Usung Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta, Wasekjen PKB: Blunder...

    Nasional
    DPR Desak PPATK Bongkar Pihak Eksekutif-Yudikatif yang Main Judi 'Online'

    DPR Desak PPATK Bongkar Pihak Eksekutif-Yudikatif yang Main Judi "Online"

    Nasional
    Wapres Ma'ruf Amin Dorong Hilirisasi Rempah Nasional

    Wapres Ma'ruf Amin Dorong Hilirisasi Rempah Nasional

    Nasional
    Ketum KIM Segera Gelar Pertemuan Bahas Pilkada 2024

    Ketum KIM Segera Gelar Pertemuan Bahas Pilkada 2024

    Nasional
    Pusat Data Nasional Diretas, Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Keamanan Siber

    Pusat Data Nasional Diretas, Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Keamanan Siber

    Nasional
    Soal Isu Jadi Menlu Prabowo, Meutya Hafid: Hak Prerogatif Presiden Terpilih

    Soal Isu Jadi Menlu Prabowo, Meutya Hafid: Hak Prerogatif Presiden Terpilih

    Nasional
    Benarkan Data Bais Diretas, Kapuspen: Server Dinonaktifkan untuk Penyelidikan

    Benarkan Data Bais Diretas, Kapuspen: Server Dinonaktifkan untuk Penyelidikan

    Nasional
    1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online, PPATK: Agregat Deposit Sampai Rp 25 Miliar

    1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online, PPATK: Agregat Deposit Sampai Rp 25 Miliar

    Nasional
    Kembali Satu Kubu di Pilkada Jakarta 2024, PKS dan Anies Dianggap Saling Ketergantungan

    Kembali Satu Kubu di Pilkada Jakarta 2024, PKS dan Anies Dianggap Saling Ketergantungan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com