Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Euforia Semalaman di Alun-alun Kemerdekaan Kairo

Kompas.com - 13/02/2011, 03:45 WIB

musthafa abd rahman

Mereka berjingkrak-jingkrak kegirangan. Banyak pula yang semaput, tak sadarkan diri. Ada juga yang menyanyi-nyanyi di atas panggung, atau saling mengucapkan selamat satu sama lain. Ada pula yang berteriak-teriak seperti baru terbebas dari stres.

Di jalanan, ada yang membawa mobilnya keliling kota Kairo sambil membawa bendera Mesir dan terus membunyikan klakson tanpa henti.

Itulah cara masing-masing warga Mesir merayakan kemenangan revolusi di Alun-alun Tahrir dan kota Kairo mulai sekitar pukul 18.00 waktu setempat, Jumat (11/2) malam, segera setelah rakyat mendengar melalui televisi suara Wapres Omar Suleiman bahwa Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Agung Militer.

Warga kota Kairo dari berbagai penjuru kota segera pula berbondong-bondong menuju Alun-alun Tahrir untuk bergabung dengan pengunjuk rasa yang sudah beberapa hari berada di alun-alun itu untuk melakukan perayaan bersama.

Pada radius 1-2 km dari Alun-alun Tahrir, warga sudah berjubel menuju alun-alun itu. Taksi pun terpaksa berhenti pada radius sekitar 1 km karena tak bisa bergerak maju lagi. Akhirnya, mereka terpaksa berjalan kaki melanjutkan perjalanan menuju Alun-alun Tahrir. 

Seiring dengan baru terbenamnya matahari saat itu, langit di atas Alun-alun Tahrir langsung terang benderang, penuh kerlap-kerlip kembang api dan pantulan petasan yang diledakkan di atas alun-alun itu.

Suasana Alun-alun Tahrir dan sekitarnya, yang sejak 25 Januari lalu diliputi ketegangan oleh aksi unjuk rasa jutaan manusia setiap hari, langsung berubah bak pasar malam. Tiba-tiba pada malam itu, muncul pula banyak panggung yang digunakan pentas konser untuk bernyanyi-nyanyi atau pemutaran lagu-lagu melalui tape recorder dengan sistem tata suara skala besar. Di depan panggung-panggung itu, berjubel manusia, dengan membawa bendera Mesir, berjoget mengikuti irama lagu yang diputar atau dinyanyikan dari atas panggung.

Euforia kemenangan revolusi memang berlangsung gaduh. Suasana di Alun-alun Tahrir pada Jumat malam itu sungguh menggetarkan dan sekaligus membuat haru. 

Teriakan ”bebas… bebas… bebas… bebas…,” yang dipekikkan anak-anak muda menggema diberbagai arah di Alun-alun Tahrir. Besar kemungkinan, anak-anak muda itu adalah mereka yang lahir pada era Mubarak.

Perasaan ingin sebuah kebebasan itu juga hinggap pada rakyat di negara-negara Arab lain. Betapa rakyat Arab di Mauritania, Maroko, Tunisia, Yaman, Jordania, dan Aljazair ikut pula merayakan pesta kemenangan revolusi di Mesir, seakan-akan revolusi mereka juga.

Ada pula seorang warga Mesir yang membawa pamflet bergambar kepala Mubarak dan kroninya dengan dibubuhkan tulisan berbunyi ”sang pencuri uang rakyat”.

Seorang sopir taksi yang mengaku bernama Muhammad (50), dalam perjalanan menuju Alun-alun Tahrir, mengatakan, rezim Mubarak selama berkuasa 30 tahun telah mencuri uang negara sebanyak 70 miliar dollar AS. ”Mereka itu pencuri. Bila bisa dikembalikan ke negara, uang sebanyak itu bisa dibuat melunasi seluruh utang Mesir,” kata Muhammad.

Menurut pakar urusan aset, seperti dikutip harian Al Quds al Arabi, kekayaan keluarga Mubarak mencapai 43,5 miliar poundsterling yang tersebar dalam berbagai bentuk investasi di bank-bank di Inggris dan Swiss, serta beberapa investasi properti di London, New York, Los Angeles, dan pantai-pantai Laut Merah di Mesir.

Bank-bank di Inggris dilaporkan tidak bisa mengambil tindakan apa pun terhadap aset keluarga Mubarak di Inggris kecuali ada permintaan resmi dari pemerintah baru Mesir, atau PBB, atau Uni Eropa.

Menurut harian tersebut, memburu harta keluarga Mubarak di berbagai negara merupakan salah satu tugas berat pemerintah Mesir mendatang.

Peran militer

Tindakan Mubarak menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tinggi Militer, Jumat malam lalu, membawa Mesir kembali ke saat revolusi tahun 1952. Pada saat itu, sejumlah perwira yang disebut perwira kebebasan mengambil alih langsung kekuasaan setelah menumbangkan sistem monarki di negara itu.

Setelah 59 tahun, persisnya 11 Februari 2011, militer kembali memegang kekuasaan langsung setelah 18 hari revolusi rakyat menghempaskan rezim Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun. 

Namun, tahun 1952 jauh berbeda dengan tahun 2011. Jika iklim regional dan internasional pada tahun 1952 memungkinkan militer terus memegang dan melanjutkan kekuasaan, pada tahun 2011 hal tersebut sudah tidak memungkinkan lagi membangun sistem seperti tahun 1952. Revolusi rakyat Mesir saat ini yang mendapat dukungan kuat dari masyarakat internasional sesungguhnya menggugat legitimasi tahun 1952 yang sarat dengan tipikal otoriter dan militerisme.

Isyarat dari militer sudah positif. Pernyataan resmi ketiga dari militer yang dikeluarkan pada Jumat malam lalu menegaskan, militer bukan legitimasi alternatif yang diinginkan rakyat. Artinya, militer tidak menginginkan terus memegang kekuasaan, dan cepat atau lambat akan menyerahkan kekuasaan kepada sipil. Kini yang ditunggu adalah pernyataan militer selanjutnya tentang teknis pelaksanaan pemerintahan pada masa transisi ini dan kemudian program berikutnya tentang pembangunan demokrasi hakiki di Mesir yang tak pernah dikenalnya sejak revolusi tahun 1952.

Militer Mesir modern yang dibangun pada abad ke-19 oleh Mohamed Ali Pasha sesungguhnya untuk melawan kolonial atau musuh luar. Mohamed Ali Pasha saat itu berambisi membebaskan Mesir dari cengkeraman kekuasaan imperium Ottoman. Mohamed Ali Pasha pun membeli senjata mutakhir dan menyewa pakar militer dari Eropa untuk membangun militer yang modern guna bisa mengusir tentara Ottoman.

Pada era kolonial Inggris, militer Mesir hanya merekrut calon anggota yang berasal dari keluarga atau suku yang dianggap loyal terhadap monarki.

Revolusi tahun 1952 mengubah karakter militer dari institusi profesional ke orientasi politik atau kekuasaan.

Ideologi, tipikal, dan struktur militer Mesir sekarang merupakan warisan revolusi 1952. Sebuah revolusi yang sangat bersentimen nasionalis dan mengantarkan militer ke dunia politik.

Militer Mesir pun kini mengadopsi ideologi nasionalis dan punya peran sentral dalam dunia politik. Bahkan, muncul rumor kuat bahwa institusi militer adalah pencetak presiden Mesir sejak revolusi 1952. Presiden Gamal Abdel Nasser (1952-1970), Presiden Anwar Sadat (1970-1981), dan Presiden Hosni Mubarak (1981-2011) berasal dari institusi militer. 

Kebijakan militer dalam pelatihan dan pemasokan senjata mengikuti arah politik pemerintah Mesir. Arah politik Mesir pada era Presiden Gamal Abdel Nasser yang condong ke Blok Timur atau Uni Soviet membawa militer saat itu juga mengadakan pelatihan dan memasok senjata dari Uni Soviet. Militer Mesir saat itu terlibat tiga perang besar, yaitu perang 1956, perang Yaman (1962-1967), dan perang 1967.

Pada awal era Presiden Anwar Sadat, militer Mesir masih melanjutkan warisan era Presiden Gamal Abdel Nasser hingga perang tahun 1973.

Pascaperang 1973, militer Mesir, seiring dengan kebijakan politik Anwar Sadat, berangsur berpaling ke Barat. Pasca-tercapainya kesepakatan damai dengan Israel di Camp David tahun 1979, hampir 90 persen persenjataan militer dipasok dari AS.

Militer Mesir juga mengadakan latihan bersama dengan militer AS secara rutin setiap tahun yang disebut sebagai latihan ”bintang terang”. Mesir juga mendapat lisensi dari AS untuk memproduksi tank mutakhir tipe M1 Abrams di Mesir.

Militer Mesir terhitung sebagai militer terkuat kedua di Timur Tengah setelah Israel. Menurut data 2005, militer Mesir beranggotakan 450.000 personel.

Revolusi rakyat Mesir saat ini, yang berobsesi membangun sistem demokrasi hakiki di negeri itu, merupakan momentum bagi militer Mesir untuk meninggalkan warisan revolusi 1952 dan turut berandil positif membangun sistem demokrasi untuk Mesir di masa datang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com