JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Slamet Effendy Yusuf, mendukung pernyataan tegas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membubarkan ormas-ormas anarkis. Menurutnya, pembubaran sah-sah saja dilakukan asalkan sesuai dengan prosedur hukum yang benar dan teliti.
Slamet meminta pemerintah benar-benar memperhitungkan dengan teliti mana ormas anarkis yang akan dibubarkan. "Harus ada penelitian sungguh-sungguh tentang organisasi anarkis itu. Jangan pernah hanya ditujukan kepada satu jenis organisasi kemasyarakatan, misalnya organisasi agama. Tapi organisasi pemuda kan juga bisa anarkis. Organisasi preman. Enggak boleh (pilih-pilih), harus semuanya. Ini kan kecurigaannya untuk mem-blame salah satu pihak saja," katanya usai berdialog dengan DPD RI dan tokoh agama lainnya di Gedung DPR RI, Jumat (11/2/2011).
Slamet mengatakan, pemerintah memang perlu bersikap tegas namun harus melalui prosedur yang benar, misalnya memiliki verifikasi yang tepat terhadap ormas yang akan dibubarkan. Dengan demikian, pembubaran tak hanya bersifat sentimen kepada organisasi keagamaan saja.
Secara khusus, Slamet enggan mengomentari salah satu ormas yang selama ini disebut-sebut sebagai salah satu ormas anarkis. Menurutnya pula, pemerintah tentu akan menggunakan UU No 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan sebagai dasar hukum pembubaran ormas anarkis.
Namun, dalam menggunakan perangkat perundangan ini, pemerintah harus menyadari bahwa UU ini adalah salah satu UU yang berasal dari rezim Orde Baru yang bersifat otoritarian. Oleh karena itu, pemerintah harusnya menempuh langkah-langkah demokratis agar terhindar dari dampak-dampak psikologis rezim otoritarian dari implementasi UU tersebut.
Salah satunya, lanjut Slamet, bisa dilakukan dengan menggunakan putusan pengadilan terlebih dahulu atau meminta fatwa Mahkamah Agung. "Menurut UU ini kan pemerintah berhak membubarkan, tapi coba lihat UU Kepartaian, enggak boleh, harus melalui pengadilan. Partai harus ke Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, kalau pemerintah mau menggunakan UU ini, saya anjurkan supaya minta fatwa kepada MA atau mengajukan, bertanya ke pengadilan dulu. Sebab kalau tidak, kita akan kembali ke masa otoritarian," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.