Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teriakan dari Alun-alun Pembebasan

Kompas.com - 01/02/2011, 07:52 WIB
Oleh: Trias Kuncahyono

Mesir hari-hari akhir ini bukan lagi cerita tentang Sungai Nil yang mengalir tenang, menembus sembilan negara —Etiopia, Zaire, Kenya, Uganda, Tanzania, Rwanda, Burundi, Sudan, dan terakhir Mesir— sejauh 6.695 km.

Kali ini, negeri yang dikenal sebagai salah satu cradle of civilization, tempat lahir peradaban, sedang mengingkari jati dirinya. Sisa-sisa dan bukti-bukti tingginya peradaban negeri para firaun itu yang disimpan di museum dirusak. Banyak gedung yang dibakar, jiwa-jiwa melayang, penjarahan senjata di gudang-gedung senjata, dan perampokan.

Rakyat negeri itu sedang membenci pemimpinnya, Presiden Hosni Mubarak. Mereka menginginkan agar Mubarak turun dan seluruh kaki tangannya disingkirkan. Rakyat berpendapat, sudah terlalu lama Mubarak berkuasa, sejak November 1981. Ia menjadi orang terlama ketiga berkuasa di Mesir. Yang terlama adalah Ramses II yang berkuasa selama 67 tahun; kedua Muhammad Ali, kelahiran Albania yang menguasai Mesir pada awal abad ke-19 dan berkuasa selama lima dekade.

Fouad Ajami, seorang profesor di Johns Hopkins School of Advanced International Studies, mengatakan, Mesir tidak memiliki tradisi membunuh para firaunnya (The Wall Street Journal, 31/1). Namun, John R Bradley dalam Inside Egypt menulis perlawanan terhadap penguasa terjadi pada tahun 1952, yang dikenal sebagai Revolusi 1952. Revolusi yang dilancarkan oleh Gerakan Perwira Bebas itu memaksa Raja Faroun turun takhta.

Runtuhnya monarki digantikan oleh berdirinya Republik Mesir (1953) dengan presiden pertamanya, Jenderal Muhammad Naguib. Namun, Naguib pada tahun 1954 dipaksa mundur oleh arsitek Revolusi 1952, Gamal Abdel Nasser, yang kemudian menjadi presiden. Tahun 1977 terjadi kerusuhan lagi setelah pemerintah Anwar Sadat berencana mengurangi subsidi untuk roti, gula, dan gas. Rakyat miskin memberontak.

Mengapa kini Hosni Mubarak diberontak? Mengapa rakyat tidak percaya lagi kepada pahlawan perang 1967 itu? Fouad Ajami menulis, Mubarak adalah pemimpin yang tidak memiliki latar belakang politik. Ia juga merupakan antidot terhadap dua tokoh besar dan ambisius: Nasser dan Sadat. Bahkan kawan sekolahnya di sekolah militer mengatakan, Mubarak adalah seorang pegawai negeri yang menjabat sebagai presiden.

Namun, Mubarak tidak bisa memegang kata-katanya, yakni hanya akan menjabat dua kali masa jabatan atau dua kali enam tahun. Kini, dia sudah hampir 30 tahun! Ia juga sudah membangun ”kerajaan” baru Mesir. Mubarak memerintah bersenjatakan undang-undang keadaan darurat dan menciptakan budaya impunitas yang membiarkan aparat keamanan melarang demonstrasi, menahan orang tanpa tuduhan, serta menyiksa para tahanan.

Kekuasaan dia pegang erat-erat. Istrinya, Suzanne, dicatat rakyatnya sebagai congkak hati dan haus akan kekayaan serta kekuasaan. Anaknya, Gamal, sudah dicalonkan sebagai pewaris takhta. Ini memperenggang jarak antara Mubarak dan rakyat. Kalangan militer pun keberatan atas pencalonan Gamal meski tidak secara terang-terangan. Berbeda dengan ayahnya, Mubarak, Sadat, dan Nasser, Gamal bukanlah tentara.

Tak seorang pun yang sudah berkuasa rela kehilangan kekuasaannya. Namun, ketika tidak ada lagi kepercayaan antara rakyat dan pemerintah, sulit untuk mempertahankan kekuasaan itu. Mesir, yang selama ini jadi trendsetter politik di dunia Arab dan citra modern dunia Arab, kini goyah, limbung.

Mubarak yang sudah tua, 80 tahun, sudah tak mendengar kritik-kritik lagi. Ketika Tunis disapu demonstrasi dan diktator Zine al-Abidine Ben Ali tersungkur, Mesir pun bergoncang. Kelompok oposisi siap-siap menyambutnya. Para penguasa di negara-negara Arab khawatir memandangnya karena takut jangan-jangan nasib yang sama akan menimpa mereka.

Dan, kini Mubarak berpikir apakah ia akan mengikuti jejak Ben Ali? Itulah yang dikehendaki rakyatnya yang berkumpul di Tahrir Square, Alun-alun Pembebasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com