KOMPAS.com — ”Maaf Mas. Bisa minta tolong?” tanya seorang perempuan muda berkerudung kepada Kompas yang Jumat malam sedang mengetik di sudut Masjid Asy Syifa, Kompleks Rumah Sakit Krakatau Medika, Kota Cilegon, Banten.
”Ya Bu, ada apa, ya?”
”Anak saya hilang. Tolong ditulis, ya?” kata perempuan yang kemudian mengenalkan dirinya bernama Nining Nuriya tersebut sambil tersedu.
Perempuan berusia 26 tahun asal Randusari, Kepil, Wonosobo, Jawa Tengah, itu pun menuliskan nama anaknya setelah sebelumnya mengangsurkan tangan untuk meminta kertas.
Di balik kertas yang berisi data para korban Kapal Motor Penumpang (KMP) Laut Teduh 2 yang kami pegang, dia tuliskan nama anaknya: Muhammad Sholihun Najwa (3,5). Tak lupa, Nining menuliskan ciri pakaian yang dikenakan anaknya saat Jumat (28/1) pagi itu ikut orangtua dan pamannya naik feri dari Merak.
Sambil menulis, dia pun mengeja lirih ciri baju Najwa, yakni baju lengan panjang warna merah putih bergambar Upin Ipin. Sampai di situ, dia tak kuasa lagi menahan isaknya.
Sejenak kemudian, dia pun berkisah bahwa saat KMP Laut Teduh 2 terbakar, anaknya digendong pamannya, Lukman Yazid. Belakangan, Lukman Yazid diketahui merupakan salah satu korban meninggal yang dibawa ke RS Krakatau Medika.
”Tetapi, saya tidak tahu anak saya sekarang di mana?” ujar Nining terisak. Menjelang tengah malam, beberapa kerabat Nining dan Habib Soleh, suaminya, berdatangan ke masjid.
Setiap kali ada kerabat yang datang, Nining kembali menangis tanpa suara sambil memeluk kerabatnya. Sementara itu, hujan deras malam itu mengguyur dan angin dingin mengembus ke ruangan masjid yang terbuka, tempat Nining dan kerabatnya menunggu kejelasan nasib Najwa.
Ditemukan tengkorak