Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Parpol Tak Perjuangkan Bangsa

Kompas.com - 30/12/2010, 03:54 WIB

Jakarta, Kompas - DPR periode 2009-2014 telah membahas tiga undang-undang paket politik, yaitu revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, serta UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Namun, dari pembahasan ketiga undang-undang itu, terlihat anggota DPR tidak memikirkan kepentingan bangsa dan negara, tetapi lebih mengutamakan kepentingan partainya masing-masing.

Hal itu disampaikan Koordinator Divisi Riset Indonesia Parliamentary Centre (IPC) Ahmad Hanafi dalam Catatan Akhir Tahun IPC, Rabu (29/12). ”Dari tiga paket UU politik yang dibahas di DPR pada tahun 2010, tampak sekali kepentingan partai politik yang coba disisipkan dalam perubahan UU,” kata dia.

Hanafi mengatakan, dalam perubahan UU No 22/2007, parpol mencoba untuk mengooptasi penyelenggara pemilu dengan masuk dalam penyelenggara pemilu, baik di KPU dan Bawaslu maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Selain itu, lanjut dia, dalam perubahan UU Partai Politik, partai-partai yang ada di DPR menghambat tumbuh dan berkembangnya partai baru, padahal hal ini dijamin oleh UUD 1945. Sementara itu, Hanafi mengatakan, dalam perubahan UU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, parpol di DPR mempunyai keinginan untuk mempertahankan kekuasaannya dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi.

Secara terpisah, Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin menyatakan, DPR yang memperdebatkan satu isu tertentu dalam pembahasan revisi undang-undang tampaknya sudah mulai dijadikan sebagai strategi yang efektif bagi parpol di DPR untuk meloloskan isu lain yang menjadi sorotan publik. ”Strategi ini sukses diterapkan dalam pembahasan revisi UU Penyelenggara Pemilu dan UU Parpol. Banyak hal yang ujungnya kita kecolongan. Nah ini akan diulang lagi dalam revisi UU Pemilu. Dalam revisi UU Pemilu Legislatif, sesungguhnya ada lebih banyak lagi persoalan krusial dan prinsip yang perlu diubah,” tutur Said.

Said mengatakan, isu terkait daftar pemilih tetap lebih penting dibahas dibandingkan masalah ambang batas parlemen.

Pembunuhan

Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Ja’far di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin mengatakan, kenaikan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) secara drastis merupakan upaya pembunuhan partai politik, bukan lagi menyederhanakan sistem kepartaian. Kenaikan ambang batas parlemen hingga 5 persen tidak akan sehat bagi demokrasi, dan hanya akan memunculkan tirani politik.

Menurut Marwan, peningkatan ambang batas secara drastis tidak sehat bagi perkembangan sistem kepartaian di Indonesia. Hal itu karena sudah sejak dahulu kala Indonesia menganut sistem multipartai. Selain itu, sistem multipartai merupakan sistem yang cocok bagi Indonesia yang memiliki keberagaman.

Dengan ambang batas 5 persen, jumlah parpol yang masuk parlemen akan semakin sedikit. Hal itu dikhawatirkan akan menimbulkan tirani baru, di mana negara hanya diatur oleh sekelompok orang yang bertindak sewenang-wenang. (SIE/NTA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com