Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Trotoar Kita Berdemokrasi

Kompas.com - 19/12/2010, 07:28 WIB

Yulia Sapthiani & Lusiana Indriasari

Ciri kota yang demokratis bisa dilihat dari trotoarnya. Sejauh mana kota besar seperti Jakarta memperlakukan para pejalan kakinya? Suatu sore di seputaran Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Ike Noorhayati, seorang karyawan bank, bersama teman-temannya tampak asyik makan tahu gejrot di trotoar, di dekat pusat perbelanjaan mewah yang ada di bundaran itu.

Bagi Ike, nongkrong di trotoar yang lebarnya mencapai 5 meter itu terasa menyenangkan. Ia bisa berkumpul bersama teman untuk melepas lelah sambil menikmati suasana senja ditemani semilir angin.

”Rasanya seperti nongkrong di tempat minum kopi di Eropa,” kata Ike.

Selain nongkrong, Ike juga suka berjalan-jalan menyusuri trotoar dari kantornya menuju tempat makan siang. Di trotoar ini pula tumbuh berbagai komunitas beranggotakan para perantau dari luar Jakarta. Mereka membentuk ikatan sosial setelah sering berinteraksi di trotoar.

Trotoar yang dibangun di sepanjang Sudirman-Thamrin, tempat Ike nongkrong, merupakan proyek yang dikembangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2002-2007. Setelah itu proyek ini mandek. Tidak ada lagi pembuatan trotoar baru di Jakarta.

Ketika sedang berkunjung ke Jakarta untuk mengikuti kegiatan Sustainable Jakarta Convention tahun 2009, mantan Wali Kota Bogota, Kolombia, Enrique Penalosa, mengungkapkan, trotoar yang nyaman adalah elemen dasar bagi sebuah kota yang demokratis.

”Di trotoar, masyarakat dari berbagai kelas sosial dan ekonomi bertemu dalam status yang sama, sebagai pejalan kaki,” kata Penalosa.

Ruang interaksi sosial

Di mata arsitek lanskap Nirwono Joga, trotoar merupakan ruang interaksi sosial warga kota. Bukan hanya interaksi antarmanusia, melainkan juga interaksi manusia dengan lingkungan kotanya. ”Hanya dengan berjalan kaki, orang bisa mencium bau rumput, menghirup udara segar, atau merasakan percikan air mancur di taman kota,” tutur Joga.

Pakar tata kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Johan Silas, menambahkan, kondisi trotoar juga menandakan kedekatan masyarakat dengan pemerintah. Ketika pejalan kaki bisa merasakan nyaman dan aman berjalan di trotoar, ini artinya masyarakat punya hubungan yang dekat dengan pemerintahnya.

Tak usah jauh-jauh melihat kondisi di Eropa, kita bisa melihat kedekatan masyarakat dan pemerintah melalui trotoar di Surabaya. Pemerintah ibu kota Jawa Timur berhasil merangkul warganya untuk menciptakan trotoar yang bersih, rata, aman, dan nyaman untuk pejalan kaki.

”Caranya, pemerintah harus membuat warga merasa memiliki kotanya. Untuk pedagang kaki lima, misalnya, pemerintah menyediakan tempat untuk mereka. Di Surabaya, pemberian sanksi tidak diutamakan,” tutur Johan.

Mimpi indah memiliki trotoar seperti yang diungkapkan Joga atau seperti di Surabaya belum terwujud di Jakarta. Faktanya, kondisi trotoar yang buruk di Ibu Kota memaksa pejalan kaki menyingkir dari ”habitatnya”. Jangankan dibangun sebuah tempat untuk ngopi di pinggir jalan, trotoar yang ada pun sulit dilalui pejalan kaki.

Sebagian besar trotoar kondisinya rusak atau diokupasi banyak kepentingan. Mau mencari pedagang apa saja, mulai dari pedagang makanan, koran, pulsa isi ulang, hingga pedagang telepon seluler dan obat gosok, semua ada di trotoar.

Ada lagi tukang ojek yang mangkal di trotoar sambil leyeh-leyeh menunggu penumpang. Di beberapa tempat bahkan ada tempat parkir motor dan mobil yang dibuka di atas trotoar dengan penjagaan petugas berseragam.

Pengendara sepeda motor ikut-ikutan menyerobot trotoar bila jalanan sedang macet. Sikap pengendara motor yang nyelonong di trotoar ini sering lebih galak dari pejalan kaki yang seharusnya jadi ”pemilik” trotoar.

”Saya pernah dibentak orang naik motor karena dianggap menghalangi jalan, padahal saya jalan di trotoar,” kata Niken (36), karyawati yang bekerja di Sudirman. Ketika ngotot karena merasa benar, ia malah ditendang oleh pengendara motor itu.

Buruk

Buruknya kondisi trotoar di Jakarta tercatat pada hasil penelitian yang dilakukan lembaga Clean Air Initiative for Asian Cities Center yang dibiayai oleh Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB). Hasil penelitian ini disampaikan pada ADB Transport Forum di Manila, Filipina, 25-27 Mei 2010. Dinilai dari aspek aksesibilitas pejalan kaki, dari 13 kota Asia yang diteliti, Jakarta memiliki peringkat terendah.

Beberapa indikator yang diteliti adalah perilaku pengendara motor terhadap trotoar, keamanan dari kejahatan, dan infrastruktur untuk penyandang cacat. Trotoar di Jakarta juga dinilai memiliki gangguan paling tinggi yang menghambat pejalan kaki.

Minimnya perhatian pemerintah pada keberadaan trotoar salah satunya bisa dilihat dari biaya yang mereka anggarkan untuk salah satu perlengkapan jalan ini. Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, salah satu dinas yang bertanggung jawab atas keberadaan trotoar, hanya punya anggaran Rp 1 miliar per tahun. Dana ini hanya bisa digunakan untuk pemeliharaan berupa perbaikan kecil.

Program penambahan jumlah trotoar juga jarang terdengar, tak seperti penambahan badan jalan. Padahal, seperti dikatakan Penalosa, pelebaran trotoar bisa jadi salah satu cara mengurangi kemacetan, selain dari peningkatan pelayanan transportasi massal (Kompas, 11 November 2009).

Dikatakan Penalosa, penambahan badan jalan hanya akan memacu orang membeli mobil lagi. Sementara perluasan dan penambahan jalur trotoar yang dibuat senyaman mungkin akan memacu orang untuk lebih suka berjalan kaki.

Apakah pejalan kaki sudah mendapat tempat pantas dan selayaknya di trotoar Jakarta? Apa pun jawabnya, mohon diingat, trotoar adalah salah satu etalase demokrasi negeri ini. Mau demokrasi? Tidak perlu bicara dakik-dakik, mulailah dari trotoar yang ramah bagi rakyat pejalan kaki....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BPIP Siapkan Paskibraka Nasional untuk Harlah Pancasila 1 Juni

BPIP Siapkan Paskibraka Nasional untuk Harlah Pancasila 1 Juni

Nasional
Jaksa Agung Mutasi 78 Eselon II, Ada Kapuspenkum dan 16 Kajati

Jaksa Agung Mutasi 78 Eselon II, Ada Kapuspenkum dan 16 Kajati

Nasional
Hari Ke-14 Haji 2024: Sebanyak 90.132 Jemaah Tiba di Saudi, 11 Orang Wafat

Hari Ke-14 Haji 2024: Sebanyak 90.132 Jemaah Tiba di Saudi, 11 Orang Wafat

Nasional
Di Tengah Rakernas PDI-P, Jokowi Liburan ke Borobudur Bareng Anak-Cucu

Di Tengah Rakernas PDI-P, Jokowi Liburan ke Borobudur Bareng Anak-Cucu

Nasional
DPR Sampaikan Poin Penting dalam World Water Forum ke-10 di Bali

DPR Sampaikan Poin Penting dalam World Water Forum ke-10 di Bali

Nasional
Ahok Mengaku Ditawari PDI-P Maju Pilgub Sumut

Ahok Mengaku Ditawari PDI-P Maju Pilgub Sumut

Nasional
Sadar Diri, PDI-P Cuma Incar Kursi Cawagub di Pilkada Jabar

Sadar Diri, PDI-P Cuma Incar Kursi Cawagub di Pilkada Jabar

Nasional
Tersandung Kasus Pemalsuan Surat, Pj Wali Kota Tanjungpinang Diganti

Tersandung Kasus Pemalsuan Surat, Pj Wali Kota Tanjungpinang Diganti

Nasional
Nasdem dan PKB Diprediksi Dapat 2 Jatah Kursi Menteri dari Prabowo

Nasdem dan PKB Diprediksi Dapat 2 Jatah Kursi Menteri dari Prabowo

Nasional
Hari ke-2 Rakernas PDI-P, Jokowi Masih di Yogyakarta, Gowes Bareng Jan Ethes...

Hari ke-2 Rakernas PDI-P, Jokowi Masih di Yogyakarta, Gowes Bareng Jan Ethes...

Nasional
Refleksi 26 Tahun Reformasi: Perbaiki Penegakan Hukum dan Pendidikan Terjangkau

Refleksi 26 Tahun Reformasi: Perbaiki Penegakan Hukum dan Pendidikan Terjangkau

Nasional
Diajak Jokowi Keliling Malioboro, Jan Ethes Bagi-bagi Kaus ke Warga

Diajak Jokowi Keliling Malioboro, Jan Ethes Bagi-bagi Kaus ke Warga

Nasional
Gerindra Minta soal Jatah Menteri Partai yang Baru Gabung Prabowo Jangan Jadi Polemik

Gerindra Minta soal Jatah Menteri Partai yang Baru Gabung Prabowo Jangan Jadi Polemik

Nasional
Gerindra: Nasdem Sama dengan Partai Koalisi yang Lebih Dulu Gabung, Hormati Hak Prerogatif Prabowo

Gerindra: Nasdem Sama dengan Partai Koalisi yang Lebih Dulu Gabung, Hormati Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Pengamat: Sangat Mungkin Partai yang Tak Berkeringat Dukung Prabowo-Gibran Dapat Jatah Menteri

Pengamat: Sangat Mungkin Partai yang Tak Berkeringat Dukung Prabowo-Gibran Dapat Jatah Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com