Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung Hati-hati soal "Deponeering"

Kompas.com - 09/12/2010, 05:03 WIB

Jakarta, Kompas - Kendati sudah diputuskan secara substansial oleh institusi Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan Pelaksana Tugas Jaksa Agung Darmono pada Oktober lalu, Jaksa Agung definitif Basrief Arief tetap berhati-hati dan tidak mau gegabah menandatangani kebijakan deponeering (mengesampingkan perkara) kasus dua unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah. Basrief mengatakan, pihaknya masih menunggu pendapat dari Presiden dan DPR soal kebijakan deponir tersebut.

Saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Jakarta, Rabu (8/12), Basrief mengatakan, secara formal kebijakan deponir belum ditetapkan karena dokumennya belum ditandatangani. Sebelum menetapkan secara formal, Kejaksaan Agung terlebih dahulu meminta pendapat dari lima lembaga negara, yakni Presiden, DPR, MA, MK, dan Polri. Pendapat dari lembaga-lembaga negara tersebut nantinya akan dijadikan pertimbangan dan alasan tambahan penetapan deponir

Basrief mengatakan, secara substansial, institusi kejaksaan telah memutuskan deponir. Alasannya, jika kasus tersebut dibawa ke pengadilan, lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya.

Jika dibawa ke pengadilan, kata Basrief, akan berdampak kepada KPK, di mana secara manajerial dan teknis KPK akan menjadi lemah. Padahal, KPK sangat diharapkan sebagai lokomotif pemberantasan korupsi.

Dalam rapat kerja tersebut, para anggota Komisi III masih pro dan kontra terhadap kebijakan deponir yang diambil kejaksaan. Ketua Komisi III Benny K Harman mengatakan, Komisi III akan menggelar rapat pleno untuk memberikan pendapat mengenai deponeering itu.

Sementara itu, sikap sejumlah fraksi di DPR yang meminta pencabutan deponeering perkara Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dinilai sebagai bagian dari serangan terhadap KPK. Seharusnya Dewan mengungkap kriminalisasi dan rekayasa proses hukum terhadap dua unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut.

”DPR justru melegitimasi rekayasa tersebut dengan cara meminta Kejaksaan Agung untuk membatalkan deponeering,” kata Koordinator Divisi Hukum dan Pemantauan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.

Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia Edy Suandi Hamid mengatakan, gerakan sejumlah fraksi di DPR ini perlu diwaspadai sebagai bagian untuk menggoyang KPK. ”Tujuannya agar agenda pemberantasan korupsi menjadi mandul. Pimpinan dan anggota KPK disandera dengan berbagai tekanan,” kata dia.

Edy mengatakan, seharusnya kasus Bibit dan Chandra tidak lagi dipersoalkan begitu Darmono memutuskan mengeluarkan deponeering. (aik/faj)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com