Sekolah akan mengadakan studi wisata? Ehm, pasti asyik, kita belajar sambil jalan-jalan. Akan tetapi, begitu terbayang ada tugas yang menumpuk, wah jadi males rasanya. Mau studi wisata yang tugasnya enggak berat? ”Homestay” aja!
H
Istilah
Banyak tempat yang bisa dipilih untuk
Salah satu tempat
Banyak hal seru yang kita temuin saat menempuh perjalanan. Rute yang harus kami tempuh jauh banget. Tapi perjalanan ternyata belum selesai, kami harus berjalan kaki sejauh dua kilometer untuk sampai ke rumah
Setelah sampai, para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok yang anggotanya 5-6 orang. Tiap kelompok tinggal di rumah penduduk bersama keluarga tuan rumah, atau kami sebut induk semang.
Bahasa sehari-hari penduduk Desa Pasanggrahan adalah bahasa Sunda. Bahkan, ada juga penduduk yang sama sekali tak bisa berbahasa Indonesia. Jadilah kami cukup kewalahan saat mereka mengajak berbicara.
Nadia, salah satu teman kami, segera meralat ucapannya yang berbahasa Indonesia ke bahasa Sunda begitu seorang ibu yang ia ajak bicara mengerutkan dahi tanda tak mengerti. Setelah di-
”
Oh ya, sebagian rumah memasak dengan cara tradisional, menggunakan tungku yang disebut
Setelah bertemu induk semang rumah masing-masing, kegiatan dilanjutkan dengan jelajah alam yang dipandu kakak-kakak dari Karang Taruna Desa Pasanggrahan. Kami mendaki Gunung Burangrang.
Kami berjalan menyusuri pematang sawah, berjalan menanjak, menyeberangi sungai lewat jembatan bambu, bahkan beberapa kali ada yang terjatuh karena jalannya licin. Tapi, kelelahan kami terbayar oleh pemandangan indahnya.
”Aku jadi semakin sadar kalau Indonesia tuh indah banget. Tadinya aku enggak percaya masih ada tempat seasri ini,” kata Reza, peserta
Malam harinya kami mengadakan nonton bareng bersama warga desa. Acara ini berlangsung di pendopo. Awalnya kami sulit mencari sambungan listrik untuk layar LCD. Setelah setengah jam, baru kami berhasil mendapatkan sambungan listrik.
Keesokan harinya kami mengikuti kegiatan induk semang masing-masing. Bagi siswa yang induk semangnya pagi itu tak berkegiatan, mereka mengikuti kegiatan membuat gula aren, rengginang, atau batako. Kegiatan ini seru sekali!
Lalu siangnya kami mengadakan acara jual sembako murah dan pengobatan gratis. Hasil dari penjualan sembako murah itu kami berikan ke kas desa untuk pembangunan desa.
Hari ketiga
Di hari terakhir itu kami benar-benar enggak pengin pulang, rasanya masih ingin menikmati hari-hari di Desa Pasanggrahan. Malam terakhir
Banyak hal menarik di desa yang belum pernah kita lihat. Contohnya, induk semang ke sawah sambil membawa kedua anaknya. Di tengah jalan mereka menemukan dua wortel segar dan mengambilnya. Setiba di sawah, keduanya segera mencuci wortel itu di sungai kecil dekat sawah, dan memakannya mentah-mentah, he-he-he.
Ternyata anak-anak desa tumbuh sehat karena cemilan mereka adalah makanan yang menyehatkan dan alami. Di rumah pun, sambil bermain, mereka menggenggam mentimun dan asyik menggigitinya... kruess-kruess.
Ada hal lain yang menarik saat pertandingan sepak bola persahabatan. Saat itu kami bermain di sebidang tanah dekat pendopo desa. Karena lapangannya tak cukup luas untuk bermain bola, jalan dan teras depan rumah penduduk pun dianggap sebagai lapangan.
Kami tak menyangka mereka punya seragam tim berwarna merah-putih yang membuat mereka kompak. Sepak bola benar-benar permainan rakyat.
”Mereka mainnya bagus, umpan-umpannya tepat sasaran, cuma kurang
Banyak hal kita dapatkan dari
Kita banyak belajar dari penduduk desa hal-hal yang enggak didapatkan di sekolah. Contoh, kita belajar budaya dan kearifan hidup dari mereka.
”Di sini siswa belajar langsung di lapangan,” kata Pak Jalil, ketua panitia
Kegiatan ini juga sarana