Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Otonomi Yogyakarta

Kompas.com - 03/12/2010, 03:11 WIB

Modernitas-informalisme

Nilai modernitas ditandai oleh nilai-nilai rasional, terukur, positif, obyektif, dan terstandarkan. Jika nilai monarki dipelihara dalam kaitan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta, ada alasan sejarah yang sangat rasional. Sejarah menempatkan Yogyakarta sebagai pintu masuk kemerdekaan RI yang amat penting.

Jika Sri Sultan ingin bersikap mendorong modernitas, kelembagaan kesultanan Yogyakarta harus siap jika ditempatkan dalam posisi sebagai lambang keagungan pemerintahan Yogyakarta dan bukan menyentuh pada praktik kenegaraan formal. Kesultanan Yogyakarta masuk dalam area informalisme yang terhormat. Ini justru menjadi solusi menang-menang untuk konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia.

Pilihan lain amat berat: kita mewacanakan federalisme Indonesia. Pengorbanan politik yang biayanya amat mahal. Namun, jika Yogyakarta dipaksakan dengan otonomi asimetris tanpa payung federalisme, maka bangsa Indonesia sedang bertindak diskriminatif terhadap daerah lain. Bahkan, bisa jadi sedang membuat bom yang siap meledak dalam kancah hubungan pusat-daerah di Indonesia.

Sebetulnya ongkos negara kesatuan juga besar dalam artian, jika kita amati selama 65 tahun merdeka, kesenjangan antardaerah tetap besar dan kesenjangan berbagai aspek lainnya. Akibatnya, dalam bidang tertentu saja, instrumen pusat tidak efektif melakukan standardisasi.

Padahal, tugas instrumen pusat adalah standardisasi agar kualitas hidup masyarakat merata di berbagai bidang. Amat riskan bagi negara sebesar Indonesia-- yang terbengkalai selama 65 tahun dalam soal standardisasi— jika dikejar lagi dengan sistem kesatuan melalui birokrasi yang lamban ini.

Ihwal monarki dapat ditampung secara lebih baik dalam negara dengan struktur formal federal ketimbang negara dengan struktur formal kesatuan. Hanya memang tidak mudah! Otonomi itu menciptakan keberagaman, sentralisasi menciptakan keseragaman. Keduanya dibutuhkan dalam sebuah negara bangsa, baik berbentuk kesatuan maupun berbentuk federal.

Namun, saat ini yang terpenting justru arah draf UU tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang mesti segera diselesaikan. Otonomi Yogyakarta jangan stagnan di tengah bencana besar.

Irfan Ridwan Maksum Guru Besar Tetap Ilmu Administrasi Negara FISIP UI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com