Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adipati Puro Pakualaman nan Sederhana

Kompas.com - 02/12/2010, 04:05 WIB

 MAWAR KUSUMA

Beberapa waktu lalu Paku Alam IX masih membanggakan kecintaannya kepada produk lokal dengan selalu mengonsumsi gerontol, makanan tradisional dari jagung yang setiap pagi dibelinya sendiri di Pasar Sentul, Kota Yogyakarta. Stroke ringan telah menjauhkan adipati dari Istana Puro Pakualaman, Yogyakarta, ini dari gerontol. Namun, stroke tak mampu membunuh sifat sederhana yang telah mendarah daging dalam dirinya.

Sebelum dinobatkan dan bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Aryo Adipati (KGPAA) Paku Alam (PA) IX pada usia 61 tahun, pria yang terlahir dengan nama Kanjeng Pangeran Haryo Ambarkusumo ini lebih banyak tinggal di luar Istana Kadipaten Pakualaman. Sejak berusia 20-an, ia hidup dan bekerja seperti pemuda pada umumnya dengan melakoni beragam pekerjaan kasar.

Ketika diterima di perusahaan besar bidang perkapalan di negeri ini, misalnya, PA IX tak hanya duduk di belakang meja. Dia memilih menjadi pekerja kasar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Ia pernah menjadi pesuruh dan petugas kebersihan.

Mas Ambar, panggilannya, sempat menjadi karyawan di biro perjalanan. Jauh dari kehidupan gemerlap dan kemewahan istana, ia tak melupakan ajaran keutamaan hidup piwulang (ajaran) dan paweling (amanat) yang diteladaninya dari leluhur.

Dari pengalaman bekerja di kapal, ia selalu memberikan wejangan dengan mengibaratkan hidup itu seperti perahu pengangkut. ”Kemampuan nakhoda bisa dilihat dari cara menanggulangi ombak yang menghadang, apakah sang nakhoda menerjang atau menghindari ombak,” katanya.

Jika bisa melayani, dia sebisa mungkin tak bersedia dilayani. Ketika menjalankan tugas sebagai Wakil Gubernur DI Yogyakarta, misalnya, dia lebih banyak menyetir mobil sendiri. Hobi menyetir ini sempat membuat repot keluarganya. ”Meski sudah dilarang, beliau nekat nyopir seorang diri hingga ke pelosok desa,” ujar putra keduanya, BPH Haryo Seno.

Matikan ponsel

Beberapa waktu lalu, PA IX yang juga kakek dari dua cucu ini menyetir mobil pribadinya, Suzuki Karimun, seorang diri hingga ke Wonogiri, Jawa Tengah. Sulitnya lagi, ia punya kebiasaan mematikan telepon seluler (ponsel). Ponsel baru dioperasikan ketika dia hendak menelepon.

Menurut dia, menyetir mobil itu bagian dari olahraga untuk penyehatan tubuh, sedangkan ponsel tak boleh mengganggu privasinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com