Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelatihan Calon TKI

Kompas.com - 23/11/2010, 09:30 WIB

Oleh TEGUH MEINANDA

Tidak adil mempersoalkan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri saat lapangan kerja di negeri sendiri masih sangat terbatas. Bagaimanapun, kepergian mereka ke Arab Saudi, Malaysia, Taiwan, dan lain-lain merupakan jalan keluar terbaik sambil menunggu ketersediaan lapangan pekerjaan untuk seluruh rakyat, yang entah sampai kapan dapat terwujud.

Mengais rezeki di negeri orang, apalagi hanya sebagai pembantu rumah tangga, memang dilematis. Di satu pihak ada stigma menyangkut cita-cita dan harga diri sebagai bangsa besar yang dikatakan memiliki kekayaan alam begitu luar biasa. Namun, di lain pihak kenyataan hidup rakyat jauh dari cita-cita itu. Sebagian kalangan kerap mengaitkannya dengan harga diri itu, tetapi pemerintah tak pernah berhasil menjaganya dengan menyediakan lapangan kerja yang dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat.

Tentu saja bekerja di negeri orang tidak senyaman di negeri sendiri. Akan tetapi, tidak berarti di negeri orang rawan penistaan dan di negeri sendiri tak ada penistaan. Yang namanya penistaan ada di mana-mana, baik di sana maupun di sini. Kita boleh gemas dan simpati apabila ada TKI yang disiksa, tetapi tidak perlu bereaksi secara berlebihan, apalagi sampai menimbulkan gejolak yang mengusik rasa nasionalisme. Reaksi berlebihan pernah ditunjukkan beberapa ormas pemuda sewaktu terjadi penyiksaan terhadap TKI asal Garut dan Nusa Tenggara Timur. Mereka lupa, penganiayaan seperti itu pernah pula dilakukan majikan bangsa sendiri terhadap beberapa pembantu rumah tangga.

Kita memang wajib memberikan simpati kepada TKI yang teraniaya, tetapi wajib juga memberikan apresiasi terhadap para majikan dari tempat TKI bekerja, yang telah memperlakukannya dengan baik. Dengan begitu, TKI kita memperoleh penghasilan cukup layak yang tidak mungkin didapat di negeri sendiri.

Kenyataannya, cukup banyak TKI yang diperlakukan dengan baik sehingga nyaman bermukim dan bekerja seperti berada di lingkungan keluarga sendiri. Salah satu contoh, seorang TKI asal Tambakan, Kabupaten Subang, belum lama ini dikunjungi majikan beserta keluarganya yang jauh-jauh datang dari Malaysia untuk mempererat tali silaturahim.

Kunjungan itu menjadi bukti bahwa di negeri orang, pembantu rumah tangga juga dihargai dan martabatnya tetap dijaga sehingga jangan ada lagi persepsi negatif terhadap mereka. Oleh karena itu, munculnya kasus yang menimpa TKI harus disikapi dengan bijak karena siapa tahu ada sesuatu di belakangnya.

Menjadi penyebab

Sebetulnya ada beberapa hal yang menjadi penyebab TKI mendapat perlakuan kasar di negeri orang. Dari hasil penelaahan, hal itu kelihatannya terkait dengan beberapa faktor, di antaranya menyangkut bahasa induk semangnya. Banyak TKI tidak dapat menggunakan bahasa setempat sehingga sering menimbulkan kesalahan dalam berkomunikasi dan bukan tidak mungkin menimbulkan kekesalan pada sang majikan.

Kemudian, TKI tidak memiliki keahlian yang berhubungan dengan tata kelola rumah tangga. Padahal, keahlian menjadi unsur paling utama karena terkait dengan bidang pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga. Yang tidak kalah penting, banyak yang tidak memiliki pemahaman atas budaya dan kebiasaan masyarakat, yang jelas-jelas berbeda dengan daerah dan negeri asal TKI.

Beberapa penyebab itu muncul karena selama ini banyak TKI tidak dibekali ilmu dan kete- rampilan. Kedatangan mereka untuk bekerja boleh dibilang sama sekali nol. Para TKI tidak pernah mendapat gemblengan dan pelatihan yang berkaitan dengan bahasa, keahlian, dan pemahaman budaya penduduk di negara tempat ia bekerja. Hal itu terutama terjadi pada TKI ilegal yang masuk melalui calo.

Belakangan ini pemerintah telah melakukan upaya perbaikan terhadap aktivitas pengiriman TKI ke luar negeri. Munculnya kasus penganiayaan mendorong pemerintah membenahi kelembagaan berikut sistemnya. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), lembaga yang dibentuk untuk mengurusi TKI, telah membuat kebijakan yang cukup progresif dengan membentuk kelompok belajar berbasis masyarakat (KBBM) di seluruh daerah di Tanah Air.

KBBM mempunyai tugas utama menyelenggarakan pelatihan bagi calon TKI di daerah asalnya. KBBM telah dijadikan kawah candradimuka untuk mengembangkan sumber daya manusia TKI. Jadi, kemampuan mereka terukur dan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di luar negeri. Letak KBBM di lingkungan keluarga asal TKI menjadi alat proteksi untuk melawan petualang yang sering memanfaatkan TKI. Akibatnya, ruang gerak calo, yang selama ini menjadi sumber masalah, sangat terbatas.

Namun, tidak mudah bagi KBBM untuk melakukan pergerakan, baik dalam bentuk advokasi maupun perekrutan peserta, karena ternyata masyarakat telah terprovokasi ulah calo TKI. Selain itu, tayangan media yang menggambarkan kekejaman majikan terhadap TKI telah membentuk persepsi tersendiri di masyarakat desa perihal sepak terjang orang-orang di tempat mereka nanti bekerja. Akibatnya, mereka menolak mengikuti pelatihan.

Di lain pihak dominasi calo dan agen TKI telah berhasil memasang perangkap melalui bujuk rayu dan iming-iming materi secara berlebihan. Ketidakpahaman penduduk desa terhadap aturan, ditambah dorongan kebutuhan ekonomi yang sangat mendesak, membuat mereka sering mengambil jalan pintas. Situasi ini menjadi ladang subur bagi calo TKI untuk menangkap mangsanya.

Harus kerja keras

KBBM yang mulai bergerak di desa-desa sekarang ini harus bekerja keras karena situasi yang diciptakan membuat masyarakat lebih suka yang instan. Mereka lebih menyukai ditawari calo dan agen yang dapat langsung mengirimnya ke negara tujuan. Yang ada di benak calon TKI adalah cepat mendapat uang tanpa peduli punya keahlian dan paham menggunakan bahasa penduduk di sana. Melalui KBBM, peserta harus mengikuti pelatihan. Bahkan, sebelum pelatihan, mereka diwajibkan mengikuti tes kesehatan agar dinyatakan lolos untuk bekerja.

Setelah lolos tes kesehatan, baru peserta mengikuti pelatihan selama 320 jam pelajaran atau sebulan. Dalam pelatihan itu diajarkan bahasa, ilmu tata kelola rumah tangga, pemahaman budaya dan kebiasaan masyarakat di suatu negara, serta informasi seputar perlindungan hukum dan aturan hukum lain yang perlu dipahami TKI.

Para calon TKI juga mendapat pendalaman mengenai hakikat kehidupan dan pemahaman agama sehingga tahu apa yang harus diperbuat jika nanti berada di negara orang. KBBM membuat target agar kepercayaan diri para calon TKI dapat tumbuh. Mereka harus yakin bahwa orang jahat itu tidak hanya ada di Arab Saudi atau Malaysia, tetapi di Indonesia juga banyak.

Mereka harus tahu bahwa kejahatan dan penistaan pasti ada di mana saja. Yang penting, bagaimana dapat menjaga diri. Setelah dibekali ilmu, tentu saja kecil kemungkinan TKI yang berangkat teperdaya sekalipun hidup di negeri orang. Apalagi, mereka mendapat perlindungan hukum karena kepergiannya diketahui negara dan pemerintahnya.

Teguh Meinanda Penulis Lepas, Tinggal di Subang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com