Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlindungan TKI Harus Lebih Responsif

Kompas.com - 21/11/2010, 03:21 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah harus membangun sistem perlindungan tenaga kerja Indonesia yang lebih proaktif dan responsif di negara penempatan. Untuk itu, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah menambah tenaga dan dukungan anggaran bagi Perwakilan Tetap Republik Indonesia di negara tujuan utama penempatan TKI.

”Kami bersedia membayar uang perlindungan kepada pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri 100 dollar AS per TKI asal jangan ada lagi asuransi yang seperti celengan semar. Dengan begini, kami akan mendapat perlindungan hukum karena tanggung jawab perlindungan ada di pemerintah,” ujar Ketua Umum Himpunan Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) Yunus M Yamani yang dihubungi lewat telepon di Jeddah, Arab Saudi, Sabtu (20/11).

Malaysia dan Arab Saudi adalah dua negara tujuan utama TKI. Sedikitnya 2,2 juta TKI di Malaysia dan 1 juta TKI bekerja di Arab Saudi. Hal itu membuat kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia kerap muncul di kedua negara tersebut. Sebagian besar dari mereka menjadi pembantu rumah tangga yang terisolasi di rumah pengguna jasa dan bekerja dalam kondisi yang buruk.

Menurut Yunus, pemerintah harus mengoptimalkan peranan perwakilan di luar negeri untuk lebih proaktif memantau kondisi kerja TKI dan pemenuhan hak-hak mereka oleh majikan. Perwakilan pemerintah di luar negeri juga dapat menggunakan dana perlindungan untuk menyewa pengacara tetap membela TKI di negara penempatan. ”Kami sudah mengusulkan agar Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri membangun sistem perlindungan yang solid dan responsif,” ujarnya.

Telepon seluler

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seusai rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Jumat (19/11), mengakui, pemerintah tergolong lambat mengetahui informasi pelanggaran hak-hak TKI akibat ketertutupan di Arab Saudi. Untuk itu, pemerintah sedang merumuskan memberikan telepon seluler kepada TKI untuk mempercepat akses komunikasi kepada perwakilan pemerintah di luar negeri dan dalam negeri.

Di Jakarta, Sringatin, Ketua Indonesian Migrant Workers Union (IMWU), wadah ribuan TKI di Hongkong, mengatakan, pemerintah harus mampu membuat terobosan berarti untuk melindungi TKI. Pembagian telepon seluler tidak akan memecahkan masalah karena sebagian besar TKI menjadi pembantu rumah tangga.

”Majikan selalu marah kalau melihat TKI memegang telepon seluler saat bekerja. Masalahnya, jam kerja kami itu tidak jelas dan lagi pula, orang perwakilan (pemerintah di negara penempatan) lamban merespons telepon kami,” ujar Sringatin.

”Pengalaman kami, buruh migran kalau sedang ada masalah darurat cenderung menghubungi teman-teman atau organisasi TKI. Mereka lebih cepat merespons daripada perwakilan (Indonesia),” ujar Sringatin.

Secara terpisah, di Surabaya, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Timur Mohammad Cholily mengatakan, pemerintah harus memikirkan perlindungan hukum bagi TKI yang dipenjara. Sedikitnya 7.000 TKI, katanya, tengah mendekam di Penjara Ar Ruways, Arab Saudi, dengan ancaman cambuk, potong jari, sampai eksekusi mati.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com