Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Seru Para TKW

Kompas.com - 19/11/2010, 04:25 WIB

Pakaian disita

Kekerasan fisik, verbal, hingga tindakan ataupun sikap tidak menyenangkan jamak dialami tenaga kerja asal Indonesia, khususnya para perempuan. Kokom, misalnya, perempuan 28 tahun asal Sukabumi itu tak hanya menanggung siksa fisik, tetapi harus rela kehilangan satu tas besar berisi pakaian, foto bayinya, sampai uang Rp 200.000 yang dibawanya dari rumah.

”Semua disita majikan,” katanya.

Ia tidak tahu alasan penyitaan. Namun, pada setiap akhir minggu, Kokom mendapat paket baju, pakaian dalam, dan alat mandi. Jika salah melaksanakan perintah majikan, ia akan dihadiahi bentakan atau siksaan fisik.

Namun, majikannya terkadang amat baik. Kokom pernah diajak ke Paris menemani majikan perempuan, majikan laki-laki, dan dua anak mereka.

Nasib baik dan nasib buruk juga pernah bersamaan menimpa Sa’diyah. Majikan laki-lakinya sudah terkenal suka memerkosa pekerja perempuan di rumahnya. Namun, Sa’diyah lolos dari terkaman nafsu majikan setelah ditolong oleh ibu si majikan sendiri.

”Ibu itu bilang ke saya, pokoknya saya tidak akan dikerjai lagi sama anaknya. Tetapi, ia minta saya tidak lapor ke agensi atau polisi. Ia terus jaga saya selama delapan bulan, bonus uangnya juga banyak,” cerita Sa’diyah yang mengaku dibayar sampai 1.000 dirham setiap bulan atau sekitar Rp 2,5 juta.

Orang-orang seperti Sa’diyah mengaku rela bertahan bekerja karena memang mengejar iming-iming upah. Nilai uang Rp 2 juta-Rp 3,5 juta, upah yang amat menggiurkan bagi mereka. Rata-rata para tenaga kerja perempuan ini sudah memiliki keluarga. Suami mereka tidak bisa memberi kecukupan nafkah, sementara anak-anak dan orangtua mereka amat butuh biaya untuk kehidupan sehari-hari.

Pendidikan formal para perempuan itu maksimal hanya lulus sekolah menengah atas, mempersempit cakupan lowongan kerja. Baik di kampung halaman maupun di luar negeri, tawaran pekerjaan tak jauh-jauh dari pembantu rumah tangga, pelayan toko, atau kerja kasar di pasar. Mau buka usaha, lagi-lagi modal tidak ada. Tidak heran jika para perempuan itu berkeras mau bekerja di luar negeri meski penuh risiko. Harapannya, setelah satu-dua tahun bekerja, mereka bisa pulang membawa modal untuk memulai usaha di kampung.

Minim keterampilan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com