Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paduan Maut: Korupsi dan Perubahan Iklim

Kompas.com - 19/11/2010, 03:22 WIB

Perubahan iklim telah menjadi ancaman bagi keberlanjutan spesies manusia di bumi. Bagi masyarakat di negara berkembang, yang rentan terdampak, ancaman itu kian serius karena upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim rentan dibajak koruptor.

Pesan tentang pentingnya mewaspadai korupsi dalam perubahan iklim    ditegaskan dalam International Anti-Corruption Conference (IACC) Ke-14 di Bangkok, Thailand, pada 10-13 November 2010. Sejumlah sesi secara khusus membahas korupsi yang bisa menggagalkan upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim itu.

Laporan teranyar Global Humanitarian Forum (The Anatomy of Silent Crisis, Geneva, 2009) menyebutkan, perubahan iklim menyebabkan kematian 300.000 orang dalam setahun dan berdampak pada hidup 325 juta orang. Banjir, kekeringan, topan, naiknya muka air laut, gelombang panas, gagal panen, hingga meningkatnya penyebaran berbagai penyakit hanya sebagian contoh dari dampak perubahan iklim yang telah hadir.

Namun, negara yang paling terdampak dan membutuhkan bantuan untuk beradaptasi adalah juga yang paling korup. Berdasarkan survei Transparency International (TI) 2010, hampir semua negara rentan terhadap perubahan iklim memiliki Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di bawah 3,5 (dari skala 10).

Negara dengan IPK terendah adalah Somalia, yaitu 1,1, diikuti Myanmar dengan nilai 1,4 dan Afganistan juga 1,4. Indonesia, sebagai salah satu negara kepulauan yang juga rentan terdampak, memiliki IPK 2,8 atau peringkat ke-110 dari 178 negara yang disurvei.

Korupsi jalan terus

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan Bank Dunia memperkirakan komunitas internasional membutuhkan dana 170 miliar-765 miliar dollar AS per tahun untuk menghadapi perubahan iklim. Walau jumlah dana yang dibutuhkan sudah dihitung, tetap saja belum ada kesepakatan bagaimana uang itu dikumpulkan, didistribusikan, dan dimonitoring. Di tengah ketidakpastian ini, korupsi sudah mengintai.

UNFCCC di Kopenhagen 2009 berkomitmen mengalokasikan dana 30 miliar dollar AS pada 2010-2012, dan menjadi 100 miliar dollar AS pada 2020, untuk membantu negara berkembang beradaptasi terhadap perubahan iklim. ”Semakin besar dana yang mengalir, potensi korupsi juga besar,” kata Iftekhar Zaman, Direktur Eksekutif TI Banglades.

Besarnya potensi korupsi dalam pengelolaan dana untuk menghadapi perubahan iklim, kata Iftekhar, karena belum ada kemajuan dan perubahan integritas di kalangan politisi, khususnya di negara berkembang. ”Lebih dari separuh politisi korup,” katanya, mengacu pada studi yang dilakukan di Banglades. Apa yang terjadi jika uang itu digelontorkan sebelum politisi korup menyadari gentingnya dampak perubahan iklim terhadap rakyat?

Hakan Tropp, penasihat pada Program Pembangunan PBB (UNDP) Water Governance Facility (WGF), menilai, korupsi menyebabkan biaya adaptasi kian mahal, tak terjangkau pendanaan yang ada, dan jauh dari sasaran. ”Padahal, yang paling terdampak adalah yang paling miskin,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com