YOGYAKARTA, KOMPAS -
Keempat siswa itu adalah Panji Setiawan (13), Niken (16), Winantu Basuki (12), dan Putra Sejati (12). Mereka diwakili oleh dua orangtua, yakni Dwi Hartini (orangtua Panji) dan Waljiah (orangtua Winantu).
Dwi mengatakan, pada 2 November lalu Kepala Sekolah Muji Widada memanggil mereka untuk mengikuti rapat pembagian beasiswa. Namun, saat itu keempatnya dipanggil khusus Muji dan menyampaikan jika SDN 3 akan menjadi rintisan sekolah berstandar nasional.
Oleh karena itu, keempat
”Kami tentu keberatan karena jarak sekolah khusus jauh dari rumah sehingga memberatkan dalam hal transportasi. Anak-anak juga tidak mau pindah karena sudah merasa nyaman di sekolah itu,” kata Dwi.
Namun, ia mengatakan, sekolah tetap tidak mau menerima alasan itu dan tetap meminta keempat siswa pindah. Keempatnya lalu diminta mengisi surat permohonan pindah yang formatnya sudah disiapkan sekolah.
Anggota LBH Yogyakarta, Sukiratnasari, mengatakan, tindakan SDN 3 merupakan diskriminasi hak atas pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Lebih jauh, Sukiratnasari menilai, setidaknya lima peraturan perundangan telah dilanggar sekolah dengan kejadian ini.
”Karena itu, kami menuntut Kepala SDN 3 menerima keempat anak tersebut untuk kembali bersekolah dan menjamin mereka mendapatkan hak untuk pendidikan yang layak,” katanya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala SDN 3 Sedayu Muji Widada membantah pihaknya memaksa keempat siswa itu untuk keluar.
”Tidak benar ada pemaksaan. Kami hanya menyarankan kepada wali murid untuk memindahkan ke sekolah khusus karena kami belum bisa optimal memenuhi kebutuhan pendidikan mereka di sini,” kata Muji.
Hal itu disebabkan keempat siswa itu menyandang difabilitas ganda yang membutuhkan guru khusus yang secara intensif membimbing pendidikan mereka.