Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemekaran Masihkah Perlu?

Kompas.com - 02/11/2010, 03:25 WIB

Model kelembagaan daerah otonom baru ini juga belum disesuaikan dengan karakteristik daerah. Semua daerah baru dipandang memiliki kapasitas sama sehingga struktur kelembagaannya diseragamkan. Daerah baru berupa kota, misalnya, masih diharuskan memiliki dinas kehutanan, padahal tidak ada lagi hutan di perkotaan. ”Di samping tidak efektif, ini juga mengakibatkan pemborosan,” ujarnya.

Peneliti Lembaga Survei Rakata Institute di Lampung, Eko Kuswanto, mengatakan, praktik pemekaran daerah juga belum sepenuhnya mendorong partisipasi masyarakat. Pemilihan kepala daerah atau pemilihan bupati yang notabene dilakukan secara langsung justru direkayasa demi kepentingan pihak-pihak tertentu. Itu terlihat dari sering molornya pilkada di daerah otonom baru.

Berdasarkan aturan, kata Eko, sebuah daerah otonom baru selambat-lambatnya sudah harus menggelar pilkada dua tahun setelah daerah baru terbentuk. Kenyataannya, pilkada baru dilakukan setelah tiga tahun. Kabupaten Pesawaran yang didirikan pada 2007, misalnya, baru melakukan pilkada pada 2010. Daerah lain, seperti Pringsewu, Tulang Bawang Barat, dan Mesuji yang dibentuk pada tahun 2008, juga rencananya baru menggelar pilkada tahun 2011 atau tiga tahun kemudian.

Menurut Eko, alasan yang dikemukakan otoritas biasanya adalah ketiadaan anggaran. Alasan itu dinilai tidak masuk akal karena anggaran pilkada sejatinya telah dialokasikan oleh pemerintah pusat. Penundaan pilkada terjadi lebih karena sejumlah pihak yang memiliki ”jago” belum merasa siap untuk mengajukan jagonya dalam pilkada, misalnya belum terlalu populer.

Situasi itu, kata Eko, merugikan masyarakat dan calon bupati yang tidak disokong kekuasaan dan kekuatan finansial. Penundaan yang berulang-ulang itu akhirnya membuat masyarakat yang sebelumnya antusias pun menjadi apatis. Akibatnya, ketika pilkada dilakukan, partisipasi masyarakat amat rendah.

Anggota DPRD Provinsi Lampung, Khamamik, mengatakan, pejabat-pejabat bupati yang ditunjuk memimpin daerah otonom baru pada masa transisi juga kerap melakukan hal-hal yang melampaui wewenangnya. Berdasarkan UU, pejabat bupati sebenarnya hanya memiliki tiga kewenangan, yakni membentuk organisasi pemerintah daerah, mengisi kekosongan DPRD, dan menyiapkan pilkada selambat-lambatnya dua tahun setelah daerah baru terbentuk. Dalam praktiknya, pejabat bupati banyak mengeluarkan perda dan melakukan mutasi pejabat.

Sekretaris DPD PDI-P Provinsi Lampung Dedy Afrizal mengatakan, pemekaran daerah di Lampung belum sepenuhnya mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan publik. Partai politik harus berperan aktif membantu pemda untuk mencapai tujuan pemekaran daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com