JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Sosial Salim Segaf Al'Jufrie menegaskan, pencalonan seorang tokoh sebagai pahlawan nasional bukan dari pemerintah, melainkan masyarakat.
"Tidak ada pencalonan itu langsung dari pemerintah, tapi dari bawah. Setiap warga negara berhak mencalonkan siapa yang dianggap pantas menjadi pahlawan nasional," kata Mensos seusai melantik dan mengambil sumpah pejabat eselon satu di jajaran Kementerian Sosial di Jakarta, Senin (18/10/2010).
Kementerian Sosial mengajukan 10 nama tokoh yang telah diseleksi untuk memperoleh gelar pahlawan nasional kepada Dewan Gelar, Tanda Kehormatan, dan Tanda Jasa.
Ke-10 nama tersebut adalah mantan Gubernur DKI Ali Sadikin dari Jawa Barat, Habib Sayid Al Jufrie dari Sulawesi Tengah, mantan Presiden HM Soeharto dari Jawa Tengah, dan mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid dari Jawa Timur.
Kemudian, Andi Depu dari Sulawesi Barat, Johanes Leimena dari Maluku, Abraham Dimara dari Papua, Andi Makkasau dari Sulawesi Selatan, Pakubuwono X dari Jawa Tengah, dan Sanusi dari Jawa Barat.
Terdapat pro-kontra terhadap pencalonan mantan Presiden Soeharto sebagai pahlawan nasional. Mensos menyatakan, pro-kontra adalah hal yang wajar di era demokrasi.
Pencalonan pahlawan nasional tersebut, dikatakannya, diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2009 di dalam Pasal 15 dan 26 tentang Syarat-syarat Umum dan Syarat Khusus.
Syarat umum yaitu warga negara Indonesia (WNI) atau mereka yang berjuang di wilayah yang sekarang disebut NKRI. Sementara syarat khusus, berjuang jelas untuk melawan penjajah baik dalam perjuangan politik, pendidikan, maupun yang lainnya.
Selain itu, berakhlak mulia dan tidak pernah dihukum penjara serta selalu berjuang untuk negara Republik Indonesia.
Menurut dia, yang sangat mendasar adalah diajukan dari bawah, yaitu masyarakat, bupati, dan gubernur. Di tingkat gubernur ada tim yang dinamakan tim pengkaji dan peneliti gelar daerah.
Setelah diteliti, digodok dan dilihat syarat-syaratnya, kemudian dibuat seminar tentang orang tersebut baru diangkat di Kementerian Sosial, ditahap ini juga diteliti oleh im peneliti dan pengkaji gelar pusat.
Setelah didiskusikan selama sekitar empat bulan, baru diangkat ke Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Kehormatan yang dipimpin Menko Polhukam. "Tahapan yang dilalui juga panjang, bukan sehari dua hari dan mulai dari level bawah. Jadi kita tunggu saja hasilnya," ujar Mensos.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.