Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alumni Trisakti Minta Presiden Tarik Pencalonan Timur

Kompas.com - 10/10/2010, 03:24 WIB

Jakarta, Kompas - Paguyuban Persaudaraan Trisakti 1998 meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menarik kembali Komisaris Jenderal Timur Pradopo sebagai calon Kepala Kepolisian Negara RI. Penarikan pencalonan perlu dilakukan sampai ada kejelasan secara hukum soal penembakan mahasiswa Universitas Trisakti dan kejelasan peran Timur Pradopo.

Permintaan itu tertuang dalam petisi alumni Trisakti yang disampaikan Ketua Paguyuban Persaudaraan Trisakti (Paperti) 1998 Julianto Hendro Cahyono di Jakarta, Sabtu (9/10). Dalam petisi itu, Julianto juga mengungkapkan, pihak alumni Trisakti menyesalkan langkah Presiden menunjuk Timur Pradopo sebagai calon Kapolri.

Saat terjadi penembakan mahasiswa Universitas Trisakti tahun 1998, Timur Pradopo menjabat Kepala Polres Jakarta Barat. Ia pernah dimintai keterangan secara projustitia oleh Komisi Nasional HAM. Menurut Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, Timur Pradopo pernah diminta datang ke Komnas HAM dalam kasus penembakan itu. Namun, dia tidak datang dalam dua kali pemanggilan Komnas HAM.

Presiden Senat Mahasiswa Universitas Trisakti 2000/2001, Andre Rosiade, mengatakan, DPR bukan merupakan lembaga ”stempel” atau hanya menyetujui calon Kepala Polri yang diajukan Presiden. ”Anggota DPR harus berani mempertanyakan peran Timur dalam kasus Trisakti,” katanya. Ia mengingatkan, anggota DPR saat ini merupakan hasil reformasi yang diperjuangkan mahasiswa, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas tertembak.

Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan, penyelidikan dan penyidikan kasus Trisakti selama ini mengambang. ”Tidak ada putusan pengadilan yang memutuskan seseorang, seperti aparat keamanan, bersalah,” katanya. Akibatnya, lanjut Haris, pencalonan seorang aparat keamanan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi dengan mudah dilakukan.

Pertemuan antara pimpinan DPR dan Timur Pradopo, Rabu lalu, terus menjadi polemik. Sebagian anggota Komisi III akan menyampaikan surat protes atas pertemuan itu melalui ketua fraksi masing-masing pada Senin (11/10). ”Surat protes kami tujukan kepada Badan Kehormatan DPR, Badan Musyawarah DPR, dan pimpinan partai politik,” kata Bambang Soesatyo, anggota Komisi III DPR, Sabtu.

Surat protes itu sudah ditandatangani oleh 28 dari 53 anggota DPR. Dengan protes itu, lanjut Bambang, diharapkan pimpinan DPR tidak lagi melakukan hal yang tidak etis serta tidak lazim, seperti bertemu dengan calon Kapolri. Pertemuan itu dapat menimbulkan dugaan adanya politik transaksional.

Terkait protes itu, Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan, ada anggota Komisi III yang lebay (berlebihan). ”Kritik itu boleh, tetapi sampaikan internal lewat fraksi. Saya sudah tanya Benny (Benny K Harman, Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat), (surat protes) itu pribadi, itu liar,” katanya (Kompas, 9/10).

Wakil Ketua Komisi III DPR yang juga salah satu penanda tangan surat protes, Azis Syamsuddin, mempertanyakan makna kata lebay, liar, dan pribadi yang diucapkan Marzuki. ”Kami ini anggota resmi DPR.

Saya khawatir dia tidak paham maknanya. Jika tidak paham, saya maafkan. Namun, jika paham, mari debat intelektual,” katanya.

Anggota Komisi III lainnya, Gayus Lumbuun, menilai, pimpinan DPR telah melakukan penistaan dan antikritik dengan menyebut kata lebay dan liar. ”Lebay merupakan bahasa gaul yang tidak patut disampaikan oleh pimpinan DPR,” katanya. (FER/NWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com