Jakarta, Kompas
Permintaan itu tertuang dalam petisi alumni Trisakti yang disampaikan Ketua Paguyuban Persaudaraan Trisakti (Paperti) 1998 Julianto Hendro Cahyono di Jakarta, Sabtu (9/10). Dalam petisi itu, Julianto juga mengungkapkan, pihak alumni Trisakti menyesalkan langkah Presiden menunjuk Timur Pradopo sebagai calon Kapolri.
Saat terjadi penembakan mahasiswa Universitas Trisakti tahun 1998, Timur Pradopo menjabat Kepala Polres Jakarta Barat. Ia pernah dimintai keterangan secara
Presiden Senat Mahasiswa Universitas Trisakti 2000/2001, Andre Rosiade, mengatakan, DPR bukan merupakan lembaga ”stempel” atau hanya menyetujui calon Kepala Polri yang diajukan Presiden. ”Anggota DPR harus berani mempertanyakan peran Timur dalam kasus Trisakti,” katanya. Ia mengingatkan, anggota DPR saat ini merupakan hasil reformasi yang diperjuangkan mahasiswa, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas tertembak.
Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan, penyelidikan dan penyidikan kasus Trisakti selama ini mengambang. ”Tidak ada putusan pengadilan yang memutuskan seseorang, seperti aparat keamanan, bersalah,” katanya. Akibatnya, lanjut Haris, pencalonan seorang aparat keamanan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi dengan mudah dilakukan.
Pertemuan antara pimpinan DPR dan Timur Pradopo, Rabu lalu, terus menjadi polemik. Sebagian anggota Komisi III akan menyampaikan surat protes atas pertemuan itu melalui ketua fraksi masing-masing pada Senin (11/10). ”Surat protes kami tujukan kepada Badan Kehormatan DPR, Badan Musyawarah DPR, dan pimpinan partai politik,” kata Bambang Soesatyo, anggota Komisi III DPR, Sabtu.
Surat protes itu sudah ditandatangani oleh 28 dari 53 anggota DPR. Dengan protes itu, lanjut Bambang, diharapkan pimpinan DPR tidak lagi melakukan hal yang tidak etis serta tidak lazim, seperti bertemu dengan calon Kapolri. Pertemuan itu dapat menimbulkan dugaan adanya politik transaksional.
Terkait protes itu, Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan, ada anggota Komisi III yang
Wakil Ketua Komisi III DPR yang juga salah satu penanda tangan surat protes, Azis Syamsuddin, mempertanyakan makna kata
Saya khawatir dia tidak paham maknanya. Jika tidak paham, saya maafkan. Namun, jika paham, mari debat intelektual,” katanya.
Anggota Komisi III lainnya, Gayus Lumbuun, menilai, pimpinan DPR telah melakukan penistaan dan antikritik dengan menyebut kata