Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menakar Gerakan RMS di Belanda

Kompas.com - 07/10/2010, 09:41 WIB

Presiden RMS di perantauan di Belanda, John Wattilete, bersama pengikutnya, tiba-tiba awal pekan ini mengajukan permohonan ke sebuah pengadilan di Den Haag agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera ditangkap. Meski pengadilan kemudian menolak, tentu saja hal itu mempermalukan pemimpin dan rakyat Indonesia.

Kasus itu menambah panjang masalah dalam hubungan Indonesia-Belanda. Kita berpikir, tidak ada perlindungan bagi gerakan itu di Belanda.

Pertanyaan kita, mengapa Belanda masih membiarkan RMS hidup di sana jika negara kerajaan itu sudah mengakui kemerdekaan RI atau jika Den Haag tetap ingin menjaga hubungan baiknya dengan Jakarta?

Jika alasannya adalah kebebasan berekspresi dan berorganisasi, kita juga boleh berargumentasi bahwa tidak sah bagi Belanda merongrong keutuhan negara lain, termasuk RI.

John Wattilete, Selasa lalu, selain memohon ke pengadilan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ditangkap, juga mendesak Indonesia melepas aktivis RMS yang ditahan pascainsiden tarian cakalele pada tahun 2007 itu. Ia juga menegaskan, kini ada 50.000 warga keturunan Maluku di Belanda sebagai kekuatan RMS.

RMS mendeklarasikan kemerdekaan pada 25 April 1950 yang dilakukan Chr RS Soumokil, bekas Jaksa Agung Negara Indonesia Timur. RMS ingin memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur—Indonesia saat itu masih berupa Republik Indonesia Serikat (RIS). Pemerintah pusat menganggap RMS sebagai pemberontak dan setelah misi damai gagal, RMS ditumpas tuntas pada November 1950.

RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan pada tahun 1966. Saat ini RMS masih eksis di Belanda. Namun, jangan lupa, RI sudah juga berdaulat.(AFP/AP/REUTERS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com