JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum internasional dari Univesitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menyayangkan penundaan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda.
Menurut Hikmahanto kepada pers di Jakarta, Selasa (5/10/2010), tidak ada alasan yang masuk akal mengapa kunjungan resmi atas undangan pemerintah Belanda itu harus dibatalkan.
Ia mengatakan, Presiden SBY sebenarnya sudah pada titik tidak bisa kembali lagi atau point of no return karena semuanya tentunya sudah direncanakan dan semua kemungkinan sudah diantisipasi.
"Saya rasa pembatalan itu kurang tepat. Pertama, karena pembatalan yang dilakukan sangat mendadak dimana segala persiapan dan tentunya kemungkinan telah diantisipasi. Ini justru akan menimbulkan pertanyaan masyarakat di Indonesia dan juga masyarakat internasional ada apa sampai dibatalkan," katanya.
Alasan karena adanya tuntutan hukum yang diajukan oleh aktivis Republik Maluku Selatan (RMS), menurut dia, seharusnya tidak menjadi alasan pembatalan.
"RMS itu setahu saya mengajukan tuntutan adanya kebijakan negara yang memperlakukan RMS dengan tidak adil dan dianggap melanggar HAM. Kalau kebijakan negara, kenapa juga SBY harus takut? Kan bukan kebijakan pribadi. Lagi pula kalau kebijakan negara masuknya ke Tata Usaha Negara bukan pengadilan umum," katanya.
Kalau alasannya karena alasan pelanggaran HAM yang dilakukan Presiden Yudhoyono selama menjadi anggota TNI, menurut Hikmahanto, juga tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Selain karena selama menjadi tentara, Presiden Yudhoyono tidak pernah bertugas di Ambon, juga selama menjadi tentara tidak memiliki track record atau rekam jejak sebagai pelanggar HAM.
"Ini akan menjadi preseden buruk bagi Negara Indonesia, karena jika pemberontak atau LSM menolak dan melakukan tindakan-tindakan penentangan terhadap rencana kedatangan, maka bisa saja ke depan setiap kali Presiden Indonesia mau berkunjung direcoki dengan hal itu saja, maka kunjungan tidak jadi. Ini tentunya sangat tidak baik," katanya.
Presiden Yudhoyono, menurut Hikmahanto, juga tidak perlu khawatir akan ditangkap di Belanda, karena ada hukum Internasional yang mengatakan bahwa diplomat tidak akan mungkin bisa ditangkap atau dalam istilahnya kebal hukum.
"SBY kebal hukum dan dilindungi oleh hukum internasional. Yang paling ekstrem kalau di sana SBY melakukan tindak pidana seperti pembunuhan pun dalam kunjungan kerjanya di sana, maka tidak dapat dihukum karena kekebalan diplomatiknya itu. Paling hanya di ’persona non grata’ atau diusir dari negeri tersebut," katanya.
Menurut Hikmahanto, posisi Presiden Yudhoyono yang diundang resmi oleh pemerintah Belanda tidak akan pernah mungkin dibiarkan adanya upaya penangkapan terhadap tamunya. Pemerintah Belanda sebagai pengundang tentunya akan menjaga agar tamunya senyaman mungkin di negerinya.
Pemerintah Belanda tidak akan mungkin membiarkan tamunya dipermalukan seperti itu. "Kalau Presiden Yudhoyono ditangkap maka yang paling dipermalukan adalah Pemerintah Belanda itu sendiri," tegasnya.
Dengan kondisi seperti itu, menurut dia, memang tidak ada alasan yang sangat masuk akal mengenai alasan pembatalan itu. "Saya tidak tahu ada apa sebenarnya dan apa alasan sebenarnya sehingga kunjungan itu dibatalkan. Hal itu hanya SBY sendiri yang bisa menjawabnya," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.