Pekanbaru, Kompas
”Dengan keberadaan harimau dan satwa langka lainnya, kawasan HTI PT SPM yang sekarang menjadi kawasan penyangga cagar biosfer selayaknya dijadikan kawasan inti. Keberadaan satwa dilindungi itu membuat kawasan itu memiliki nilai konservasi tinggi. Bila HTI PT SPM jadi kawasan inti, keberadaan harimau di sana dapat dilindungi sehingga tidak mengalami konflik dengan masyarakat sekitar hutan,” ujar juru bicara WWF Riau, Syamsidar, Kamis (30/9).
Syamsidar menambahkan, konflik harimau dan manusia di kawasan HTI PT SPM sudah pada tahap meresahkan. Akhir pekan lalu, Sugianto, seorang petani kelapa sawit di kawasan itu, tewas diterkam harimau. Pada hari Rabu kemarin, harimau kembali menyatroni kawasan sama di Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau. Harimau itu memangsa ternak warga.
Juru Bicara Sinar Mas Nurul Huda, yang dihubungi secara terpisah, membenarkan adanya konflik harimau dengan masyarakat di Desa Tanjung Leban, Bukit Batu. Hanya saja, lokasi konflik itu berada pada kawasan konservasi HTI PT SPM. Sekarang ini, kawasan konservasi itu justru dirambah masyarakat untuk dijadikan kebun kelapa sawit.
”Setiap HTI wajib menyisakan lahan konsesinya untuk dijadikan kawasan konservasi. Sayangnya, masyarakat merambah ke wilayah konservasi itu. Bila saja lahan konservasi itu utuh, harimau-harimau itu tentu dapat hidup di habitatnya tanpa terganggu,” kata Nurul.
Tentang permintaan WWF agar PT SPM dilebur ke dalam zona inti caar biosfer, Nurul mengatakan belum dapat memenuhinya.
Sebelumnya, Ketua Yayasan Pelestarian Harimau Sumatera Bastoni mengatakan, pihaknya sudah memiliki rencana konkret untuk mengurangi konflik antara harimau dan manusia di Riau dengan membuat Suaka Harimau Sumatera atau Sumatran Tiger Sanctuary.