JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum tersangka kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Kemhuk dan HAM sekaligus Komisaris PT Sarana Rekatama Dinamika Hartono Tanoesoedibyo mengaku tidak pernah menerima surat pemanggilan pemeriksaan bagi kliennya sebagai saksi terhadap Yusril Ihza Mahendra yang seharusnya berlangsung Rabu (15/9/2010).
"Mana ada surat panggilan? Sampai saat ini, pihak Hartono tidak menerima surat panggilan untuk pemeriksaan pada 15 Sept 2010," ujar kuasa hukum Hartono, Andi F Sumangunsong, Rabu, saat dihubungi Kompas.com.
Lagi pula, lanjut Andi, tim kuasa hukum Hartono minggu lalu sudah mengirimkan surat kepada Kejagung yang isinya Hartono akan menghadiri panggilan untuk saksi bagi Yusril pada Senin (20/9/2010) tanpa perlu adanya panggilan lagi. Hal ini sejalan dengan surat keterangan dokter yang telah diserahkan juga kepada Kejagung minggu lalu.
"Kita sudah pastikan Hartono akan datang memberikan kesaksian pada 20 nanti dan itu sudah ada pada surat sakit yang diterima kejaksaan," ungkap Andi.
Melalui kuasa hukumnya, Hartono juga merasa janggal apabila seorang tersangka yang mempunyai hak ingkar dimintai juga keterangannya sebagai saksi yang harus menerangkan kebenaran. "Tapi, Hartono menyatakan siap menjadi saksi dalam perkara Sisminbakum ini karena sesungguhnya perkara Sisminbakum ini bukan korupsi, melainkan kerja sama investasi build operate transfer semata," tandas Andi.
"Kami selaku kuasa hukum Hartono menyayangkan adanya beberapa pihak yang memolitisasi dan menunggangi perkara ini untuk kepentingan pihak-pihak tertentu," ujarnya.
PT Sarana Rekatama Dinamika adalah rekanan Kemhuk dan HAM dalam menyediakan perangkat teknologi informasi dalam Sisminbakum. Sebagai Komisaris PT SRD, Hartono dianggap bertanggung jawab dalam pengadaan jasa teknologi informasi Sisminbakum karena menandatangani perjanjian kerja sama dengan Departemen Hukum dan HAM.
Di dalam perjanjian tersebut, PT SRD berhak mendapatkan 90 persen uang akses dalam proses pengesahan badan hukum yang diajukan publik, sementara Dephuk dan HAM hanya mendapat 10 persen. Menurut pihak kejaksaan, uang akses tersebut seharusnya masuk ke kas negara sepenuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.