JAKARTA, KOMPAS.com — Terkait pernyataan Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha bahwa Presiden SBY belum mengetahui soal 345 WNI di Malaysia yang terancam hukuman mati, Direktur Migrant Care Anis Hidayah menilai hal tersebut sungguh keterlaluan.
"Hal ini sungguh keterlaluan. Ini politik ABS (asal bapak senang). Saya menyalahkan Menteri Luar Negeri (Marty Natalegawa) dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Muhaimin Iskandar)," kata Anis kepada Kompas.com, Senin (23/8/2010) di Jakarta.
Sebelumnya, berita soal ratusan WNI yang terancam hukuman mati menjadi berita utama di beberapa harian nasional. Harian Kompas, misalnya, memberitakan kasus ini pada halaman 1 Kompas edisi Sabtu, 21 Agustus 2010, dengan judul "Ratusan WNI Terancam Pidana Mati di Malaysia."
Dikatakan Anis, jumlah WNI yang terancam hukuman mati meningkat sepanjang tahun 2007-2008. "Tidak ada upaya preventif untuk mencegah hukuman mati," sambungnya.
Data 345 WNI yang terancam hukuman mati ini dilansir Migrant Care bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) pada Jumat silam di Jakarta. Data ini, kata Anis, diperoleh dari Kedutaan Besar RI di Malaysia, Kementerian Luar Negeri Malaysia, dan laporan Interpol.
Menurut Anis, dari 345 orang yang terancam hukuman mati itu, tujuh di antaranya sudah dieksekusi. Sekitar 300 WNI yang terancam hukuman mati itu didakwa melakukan tindak pidana terkait narkoba. Terkait asal, lebih dari separuh WNI yang terancam hukuman mati itu berasal dari Aceh.
Terkait ancaman mati, Migrant Care, bersama Kontras dan Infid, meminta Presiden SBY dan pemerintahannya segera melakukan diplomasi HAM ke Kerajaan Malaysia. Diplomasi HAM ini dinilai penting mengingat Indonesia memiliki kewajiban penghormatan HAM bagi warga negaranya sebagaimana yang sudah dijamin Konstitusi, seperti jaminan hak hidup. Kewajiban promosi HAM ini juga harus dijadikan standar hubungan diplomasi di masa mendatang agar semua bentuk hubungan, kerja sama atau penyelesaian sengketa (hukum) juga terus mengarusutamakan HAM.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.