JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah kalangan mendesak pemerintah bersikap tegas menyikapi kasus penahanan atas tiga petugas patroli pengawasan perikanan RI oleh kepolisian Malaysia sejak tanggal 13 Agustus 2010.
Tiga petugas patroli pengawas perikanan, yakni Asriadi (40), Erwan (37), dan Seivo Grevo Wewengkang (26), ditangkap saat menggiring lima kapal ikan Malaysia yang diduga mencuri ikan di perairan Tanjung Berikat, Bintan. Mereka kini berada di kantor polisi Johor Baru, Malaysia. Sementara itu, tujuh anak buah kapal (ABK) ikan asal Malaysia saat ini ditahan di Kepolisian Resor Batam.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Riza Damanik, di Jakarta, Senin (16/8/2010), mengemukakan, upaya tiga petugas patrol pengawasan perikanan Batam untuk melakukan pengawasan perairan telah sesuai dengan Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982 Pasal 111 tentang Hak Pengejaran Seketika.
Pakar hukum kelautan Hasyim Djalal menilai, tindakan Malaysia yang menangkap petugas patroli Pemerintah Indonesia adalah pelanggaran. Berdasarkan hukum laut internasional, kapal patroli Malaysia tidak boleh melakukan pengejaran sampai ke perairan teritorial Indonesia.
Ia menambahkan, hingga saat ini belum ada perjanjian RI-Malaysia tentang penentuan garis batas perairan antara Bintan dan Johor. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus segera melakukan identifikasi locus delicti atau tempat kejadian kejahatan guna memastikan pelanggaran wilayah yang dilakukan pihak Malaysia.
Berdasarkan Pasal 27 dan 29 UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, pemilik kapal ikan Malaysia itu berpeluang dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimum Rp 20 miliar. (LKT)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.