JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali menegaskan penolakan terhadap calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berasal dari unsur kepolisian dan kejaksaan.
Peneliti hukum dari ICW Donal Fariz mengutarakan tiga alasan mengapa calon pimpinan KPK dari unsur kepolisian dan kejaksaan patut ditolak. Pertama, KPK dibentuk dengan UU Nomor 30 Tahun 2002 sebagai lembaga independen karena polisi dan jaksa gagal dan tidak efektif memberantas korupsi.
"Institusi penegak hukum ini juga diduga terjangkit virus mafia hukum. Jadi, bagaimana mungkin orang yang gagal diamanatkan untuk memimpin KPK," kata Donal Fariz kepada para wartawan, Minggu (15/8/2010) di kantor ICW, Jakarta.
KPK, sambung Donal, diniatkan sebagai pemacu yang akan mengawasi dan membersihkan institusi kepolisian dan kejaksaan.
Alasan kedua, menurut Donal, KPK memiliki pekerjaan rumah untuk memberantas korupsi di tubuh kepolisian dan kejaksaan, seperti kasus rekening sejumlah perwira tinggi Polri, kasus korupsi pajak yang melibatkan Gayus H Tambunan, serta kasus dugaan upaya suap pimpinan KPK oleh Anggodo Widjojo.
"Alasan ketiga, dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, pernah dikriminalisasi dan kasusnya direkayasa di kepolisian dan kejaksaan. Ini sudah jelas," tegasnya.
Dua dari tujuh pimpinan KPK yang lolos seleksi memang berasal dari unsur kejaksaan dan kepolisian. Ketujuh calon tersebut adalah Irjen Pol (Purn) Chaerul Rasjid, jaksa Sutan Bagindo Fahmi, advokat Bambang Widjoyanto dan Melly Darsa, anggota DPD I Wayan Sudirta, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, dan Ketua KY Busyro Muqoddas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.