Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kendur, Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 12/08/2010, 08:40 WIB

Oleh Frenky Simanjuntak*

KOMPAS.com - Pemerintah telah gagal memenuhi janji membersihkan Indonesia dari korupsi. Ini adalah kesimpulan sementara yang saya ambil dari hasil kajian Indonesia Corruption Watch yang baru saja diluncurkan (Kompas, 5/8/2010).

Menurut kajian ICW, tren korupsi di Indonesia pada semester I-2010 meningkat, diindikasikan naiknya jumlah kasus, tersangka, dan kerugian negara akibat korupsi dibandingkan semester I-2009.

Laporan ICW menyatakan, pada semester I-2010 terungkap 176 kasus korupsi, 441 orang ditetapkan sebagai tersangka, dan kerugian negara akibat korupsi Rp 2,1 triliun. Sementara semester I-2009 hanya 86 kasus yang disidik, 217 tersangka, dan kerugian negara Rp 1,17 triliun.

Data ini sebenarnya bisa dibaca sebagai indikator keberhasilan pengungkapan kasus korupsi oleh aparat penegak hukum. Namun, ICW justru menyatakan ini adalah indikator respons penegak hukum yang lambat karena kasus korupsi yang terungkap rata-rata berumur dua tahun.

Hal ini tentunya terbuka untuk diperdebatkan. Yang lebih menarik sebenarnya adalah membahas temuan lain dari kajian ini, yaitu bahwa keuangan daerah masih menjadi sumber potensi korupsi terbesar. Biaya politik daerah yang sangat tinggi, kontrol yang lemah terhadap pendanaan kandidat pilkada, dan pengawasan yang lemah terhadap penggunaan dana pembangunan di daerah, semua membuat potensi korupsi di daerah semakin tinggi.

Agenda reformasi bangsa ini meletakkan fondasi awal pelaksanaan otonomi daerah. Sejak ditetapkannya otonomi daerah yang diatur UU Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah Indonesia seakan telah berada pada jalur yang benar untuk menuju tata kelola pemerintahan yang lebih baik.

Namun, sejak awal, penerapan otonomi daerah (otda) telah menunjukkan banyak masalah. UU yang lemah dan penerapan yang setengah hati telah menciptakan raja-raja kecil di daerah. Penyalahgunaan anggaran dan penggelapan jadi tren yang berulang di berbagai kabupaten. Korupsi yang pada Orde Baru terpusat dan terorganisasi rapi, ironisnya, ikut terdesentralisasi dan menyebar seperti kanker.

Tidak mengherankan bila di masa awal berdirinya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap banyak sekali kasus korupsi di daerah. Ini semata-mata menunjukkan, sejak pelaksanaan otda, oknum eksekutif, legislatif, dan pengusaha daerah telah memanfaatkan kesempatan memperkaya diri.

Sejak berdirinya KPK pada 2003, puluhan pejabat pemerintah masuk bui atas tuduhan korupsi. Ini sepertinya belum menimbulkan efek jera yang diharapkan. Korupsi masih marak, bahkan semakin merajalela.

Susan Rose-Ackerman dalam buku Corruption and Government: Causes, Consequences and Reform menyatakan, contoh terbaik reformasi adalah ketika perubahan dasar yang dilakukan menciptakan penerima manfaat baru yang kemudian mendukung reformasi lebih lanjut. Sementara, contoh terburuk reformasi adalah ketika korupsi menjadi mengakar dan menyebar sejalan perjalanan waktu.

Rose-Ackerman menjelaskan, korupsi tak dapat hilang begitu saja hanya karena pemerintah yang reformis berkuasa dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena korupsi tidak bekerja di ruang kosong.

Perubahan tidak bisa hanya bersifat kosmetik, permukaan, dan tidak menyasar akar permasalahan. Selama masa reformasi ini, pemerintah terpaku pada perubahan-perubahan yang sifatnya kosmetik, ad hoc, image building oriented, tapi tak mengakar. KPK dengan segala kekuatan yang dimandatkan ke dalamnya tidak bisa diharapkan mampu menuntaskan korupsi sendirian di negeri ini.

Sementara itu, pembentukan tim-tim ad-hoc dalam rangka penegakan hukum (misalnya: Satgas Anti Mafia Hukum) ataupun untuk reformasi birokrasi (misalnya: Unit Kerja Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan) adalah kosmetik. Tidak banyak yang bisa diharapkan dari unit-unit seperti ini karena perubahan mendasar tak pernah terjadi.

Arah belum jelas

Arah reformasi kita memang sampai saat ini belum jelas. Pemerintah menggunakan prinsip tambal sulam dalam usahanya membuat tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Kebijakan yang sifatnya reformis tidak didukung oleh keberanian dalam membuat perubahan struktural yang diperlukan.

Contohnya, pembentukan KPK tidak didukung usaha pembersihan serius terhadap institusi peradilan dan kepolisian dari para mafia kasus. Akibatnya, KPK terkepung dan tidak dapat berfungsi optimal. Pengalaman tahun lalu membuktikan bahwa KPK secara sistematis dicoba dilemahkan.

Dalam kondisi seperti ini, memang sulit membayangkan Indonesia bisa mencapai target pemberantasan korupsi, yang oleh pemerintah telah ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2009-2014, yang menyatakan tahun 2014 skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia akan mencapai angka lima. Naiknya tren korupsi seperti yang dilaporkan ICW membuktikan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia masih jauh dari berhasil, bahkan bisa dikatakan menurun.

Untuk mencapai target pembangunannya, pemerintah harus membuat perubahan struktural radikal. Pemerintah seharusnya tak melihat pemberantasan korupsi sebagai tujuan akhir, tapi sebagai prasyarat terciptanya tata kelola pemerintahan yang lebih baik untuk kesejahteraan masyarakat.

Penindakan kasus korupsi yang meningkat harusnya bisa dilihat sebagai suatu capaian yang harus ditingkatkan terus oleh aparat penegak hukum. Di sisi lain, beberapa sektor yang harus menjadi fokus perhatian pemerintah adalah tata kelola keuangan politik (political financing), tata kelola penerimaan pemerintah dari sumber daya alam, dan reformasi birokrasi dalam memulai dan melakukan usaha.

Reformasi total di ketiga sektor akan menciptakan situasi pemerintahan yang lebih kondusif, penerimaan negara yang stabil, dan iklim investasi yang menarik. Kegagalan pemerintah memberantas korupsi bisa diperbaiki bila pemerintah tak melulu fokus pada persoalan korupsi, tapi juga sektor pembangunan lain.

*Frenky Simanjuntak Manajer Divisi Tata Kelola Ekonomi, Transparency International Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com