Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mutung Politik, Politik Mutung

Kompas.com - 04/08/2010, 08:40 WIB

Ikrar Nusa Bhakti*

KOMPAS.com - Pekan lalu ada dua tokoh yang mutung akibat situasi dan kondisi politik yang dirasakannya. Tokoh pertama adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang mutung karena merasa ada sekelompok orang yang kerjanya berkeliling Indonesia menjelek-jelekkan pemerintah. Presiden SBY semakin mutung karena kampanye negatif itu disiarkan langsung selama dua jam tanpa henti oleh sebuah stasiun televisi milik tokoh yang diduga mengkritiknya.

Patut diduga bahwa sekelompok orang yang menyebabkan SBY mutung adalah Nasional Demokrat yang dimotori ”Bang Brewok” Surya Paloh, pemilik Metro TV.

Tokoh kedua adalah aktor gaek Pong Hardjatmo, yang dengan aksi teatrikalnya memanjat ”Gedung Kura-kura” di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, pada Jumat, 30 Juli, dan menuliskan tiga kata bertuah: jujur, adil, tegas. Karena aksinya itu, Pong sempat berurusan dengan aparat Pengamanan dan Pengendalian DPR. Karena keberaniannya itu, ia dapat Penghargaan Mawar Merah dari Petisi 28 yang sebagian anggotanya purnawirawan perwira tinggi TNI.

Beda esensi

Esensi politik mutung gaya Presiden SBY dan mutung gaya aktor Pong Hardjatmo memang berbeda. Bila SBY mutung, itu ibarat lagu lama SBY untuk curhat kepada rakyat bahwa dirinya dikuyo-kuyo (dianiaya) oleh sekelompok elite politik yang berseberangan dengannya.

Ini juga bagian dari politik pencitraan SBY kepada rakyat di tengah kegalauan rakyat atas kenaikan harga kebutuhan pokok, ledakan tabung gas yang datang silih berganti, serta kelambanan pemerintah bertindak tegas atas persoalan ekonomi, hukum, dan politik di negeri ini.

Dengan kata lain, saat kejujuran dan keadilan telah menjauh dari kehidupan politik kita, saat pengambilan atau implementasi keputusan politik di pemerintahan berjalan lamban dan tidak tegas, kambing hitamnya adalah elite politik di dalam dan di luar parlemen yang selalu mengganggunya. Di sini berlaku pemeo lama the king can do no wrong.

Esensi politik aksi teatrikal Pong Hardjatmo lain lagi. Katanya, ia sudah capek dan amat kecewa pada keadaan bangsa ini. Tiga kata bertuah—jujur, adil, dan tegas— bukan hanya tertuju kepada para anggota wakil rakyat yang terhormat, melainkan juga kepada para anggota kabinet yang dinilai lamban mengantisipasi setiap kejadian yang akan atau telah menimpa rakyat. Kritik pun, di mata Pong Hardjatmo, sudah tak didengar lagi. Tak heran apabila ia secara tegas mengatakan, ”Menulis nggak didengar, ngomong pun nggak didengar.”

Seandainya saja pengamanan kompleks Istana Kepresidenan selonggar pengamanan di DPR, bukan mustahil Pong akan menaiki genteng Istana Merdeka, menorehkan kekesalannya. Lepas dari pandangan minor Sudjiwo Tedjo di Metro TV Sabtu, 31 Juli, pada acara Metro Hari Ini, yang menyatakan seharusnya Pong tak perlu berbuat seperti politikus, melainkan seperti layaknya seniman yang mengkritik dengan caranya sendiri, yang dilakukan Pong Hardjatmo sungguh luar biasa.

Pada usianya yang mencapai 68 tahun, Pong berani dan mampu menaiki kubah ”Gedung Kura-kura” yang, kata Sudjiwo, mirip dengan, maaf, ”bokong perempuan”. Pong tentu bukan cari sensasi seperti yang dituduhkan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso di Metro TV, Jumat, 30 Juli. Risiko menaiki kubah ”Gedung Kura-kura” amat besar. Tak mungkin itu dilakukan orang tanpa nyali tinggi atau orang yang tak memiliki kekecewaan politik yang mendalam.

Satu hal yang menarik, Pong pada Pemilu Presiden 2004 adalah orang yang direkrut Sys NS sebagai motor penggerak fans club seniman ”Barisan Pendukung SBY”. Kalau dia kecewa, tentu bukan hanya kepada DPR, melainkan juga kepada penguasa negeri ini.

Yang dilakukan Pong Hardjatmo hanyalah kritik tajam kepada para elite politik di negeri ini. Ia bukan seorang pembangkang, melainkan hanya mutung belaka. Yang dilakukannya juga bukan tindakan menjatuhkan pemerintahan yang sah atau meminjam istilah yang populer pada masa Orde Baru: subversif!

Sebagai warga negara yang dulu mendukung SBY, Pong bukanlah pendukung mati sebuah rezim. Ia seorang yang demokratik. Seorang warga negara yang demokratik harus siap mendukung seorang pemimpin, tetapi pada saat bersamaan juga siap mengkritik para elite politik negeri ini, termasuk pemimpinnya, yang dinilainya kurang jujur, adil, dan tegas.

Situasi disfungsi

Mengapa pula Petisi 28 memberikan Penghargaan Mawar Merah atas keberanian tanpa pamrih Pong Hardjatmo? Mungkin karena tidak sedikit kalangan purnawirawan TNI yang sudah benar-benar kecewa pada situasi negeri ini.

Berbagai institusi yang terkait dengan penegakan hukum di negeri ini, seperti polisi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung, telah menuju pada situasi disfungsi alias tidak berfungsi lagi.

Para anggota DPR juga sibuk bermain politik agar kasus Bank Century tidak berlanjut kembali. Belum lagi dari satu periode masa sidang ke periode berikutnya semakin meningkat jumlah anggota parlemen kita yang tidak menghadiri rapat- rapat di DPR.

Di kabinet pun sama saja. Jalannya pemerintahan begitu lamban bagaikan keong siput yang terseok-seok berjalan di pasir panas. Negeri ini ibarat negeri tanpa kepemimpinan. Tak heran jika semakin banyak orang mutung! Jika ini terus berlanjut, entah apa jadinya negeri yang kita cintai ini.

*Ikrar Nusa Bhakti Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com