Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pindahkan Ibu Kota

Kompas.com - 28/07/2010, 08:43 WIB

A Sonny Keraf *

KOMPAS.com — Kemacetan Jakarta dan sekitarnya, yang menjadi sorotan utama Kompas dalam beberapa hari terakhir, kiranya tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomis (Kompas, 26/0710). Kerugian yang dialami juga menyangkut kerugian sosial dan psikis.

Secara psikis, Jakarta sangat tidak sehat, bukan saja karena terjadi polusi yang parah, melainkan juga karena kemacetan di jalan raya menimbulkan berbagai tekanan psikologis atau stres.

Demikian pula, secara sosial, kemacetan di jalan membuat relasi sosial menjadi penuh konflik, tidak saja di antara para pengendara di jalan, tetapi juga berdampak sampai ke kantor dan rumah tangga. Hubungan sosial penuh ketegangan akibat beban psikis yang dialami di jalan.

Oleh karena itu, sesungguhnya Jakarta bukan hanya sebuah kota yang sangat tidak ramah lingkungan, melainkan juga sangat tidak ramah secara sosial dan psikis. Dengan kondisi seperti itu, kiranya pembenahan transportasi umum, termasuk perluasan, penambahan, dan keterpaduan atau sinergi transportasi umum tidak akan banyak membawa hasil memadai. Itu hanya solusi jangka pendek sementara.

Yang dibutuhkan untuk jangka panjang adalah terobosan lebih radikal dan revolusioner. Kami mengusulkan tiga solusi. Sembari membenahi transportasi umum dan solusi lain yang bersifat tambal sulam, kendati sangat perlu, ketiga solusi harus segera diputuskan pemerintah pusat.

Pindahkan ibu kota

Usul pertama, pindahkan ibu kota. Ini usul dan langkah paling radikal. Banyak negara melakukan itu dan berhasil mengatasi kemacetan di ibu kota negaranya. Bung Karno, presiden pertama, telah berpikiran visioner menyiapkan Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sebagai calon ibu kota RI sejak 1960-an.

Melanjutkan visi Bung Karno, sebaiknya ibu kota baru berada di luar Jawa, khususnya di Indonesia bagian timur. Ada banyak keuntungan positif untuk itu.

Pertama, pemindahan ibu kota jangan dilihat sebagai beban ekonomi karena besarnya dana yang dialokasikan. Ini harus dilihat sebagai peluang ekonomi yang sangat menggiurkan untuk membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang yang akan mengerjakan persiapan, pembangunan, dan relokasi ibu kota tersebut. Akan dibutuhkan waktu 5-10 tahun untuk realisasi, dan itu peluang ekonomi yang sangat baik.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com